Puasa mempunyai keutamaan yang besar. Bulan Ramadhan pun
demikian adalah bulan yang penuh berkah,Meraih Puasa Penuh Berkah , salah satunya adalah
dengan menjalankan sunnah-sunnah dalam berpuasa,.maka sudah selayaknya kita berusaha menjalankan ibadah yang mulia ini dengan sebaik-baiknya, agar kita dapat
Berikut ini beberapa hal yang disunnahkan ketika puasa. Semoga Allah Subhanahuwata'ala memudahkan kita untuk mengamalkannya.
Berikut ini beberapa hal yang disunnahkan ketika puasa. Semoga Allah Subhanahuwata'ala memudahkan kita untuk mengamalkannya.
1. Mengakhirkan Sahur
Disunnahkan bagi orang yang hendak berpuasa untuk makan
sahur. Al Khottobi mengatakan bahwa makan sahur merupakan tanda bahwa agama
Islam selalu mendatangkan kemudahan dan tidak mempersulit. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُومَ فَلْيَتَسَحَّرْ بِشَىْءٍ
“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.”[ HR. Ahmad 3/367]
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
demikian karena di dalam sahur terdapat keberkahan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu
terdapat berkah.”[ HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095.]
Sahur ini hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan
seteguk air sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ
أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى المُتَسَحِّرِينَ
“Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu,
janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air.
Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang
makan sahur.” [ HR. Ahmad 3/12]
Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga
menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut. Dari Anas, dari
Zaid bin Tsabit, ia berkata,
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ
قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ. قُلْتُ كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا قَالَ
خَمْسِينَ آيَةً.
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Kemudian kami punberdiri untuk menunaikan shalat.
Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan
Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50
ayat”.[ HR. Bukhari no. 575 dan Muslim no. 1097] Dalam riwayat Bukhari
dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”
Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat
artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu
cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan
sahur adalah sebelum terbit fajar.”
Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan
oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi
Jamroh berkata, “Seandainya makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu
akan berat karena ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali
nantinya akan meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam
hari.”
Bolehkah Makan Sahur Setelah Waktu Imsak (10 Menit
Sebelum Adzan Shubuh)?
Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat
sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)- pernah ditanya,
“Beberapa organisasi dan yayasan membagi-bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan
Ramadhan yang penuh berkah ini. Jadwal ini khusus berisi waktu-waktu shalat.
Namun dalam jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu imsak (menahan diri dari
makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum adzan shubuh. Apakah seperti ini
memiliki dasar dalam ajaran Islam? “
Syaikh rahimahullah menjawab:
Saya tidak mengetahui adanya dalil tentang
penetapan waktu imsak 15 menit sebelum adzan shubuh. Bahkan yang sesuai dengan
dalil Al Qur’an dan As Sunnah, imsak (yaitu menahan diri dari makan dan minum,
-pen) adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman
Allah Ta’ala,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqarah: 187)
Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ الطَّعَامُ وَتَحِلُّ فِيْهِ
الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ)
وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ
“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk
makan dan dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu
shubuh, -pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat shubuh dan
dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang muncul sebelum fajar
shodiq, -pen).” (Diriwayatakan
oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro no. 8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang
diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa” dan Ad Daruquthni dalam
“Puasa”, Bab “Waktu makan sahur” no. 2154. Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim
mengeluarkan hadits ini dan keduanya menshahihkannya sebagaimana terdapat dalam
Bulughul Marom)
Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى
يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan
dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” (HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab
“Adzan sebelum shubuh” dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa
mulainya berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”).
Seorang periwayat hadits ini mengatakan bahwa Ibnu Ummi
Maktum adalah seorang yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan
sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah tiba, waktu
shubuh telah tiba.”
2. Menyegerakan
berbuka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama
mereka menyegerakan berbuka.”[ HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098]
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berbuka puasa sebelum menunaikan shalat maghrib dan bukanlah menunggu hingga
shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan
kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malikradhiyallahu
‘anhu berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ
قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ
لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya
berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada
rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang
demikian beliau berbuka dengan seteguk air.”[ HR. Abu Daud no. 2356
dan Ahmad 3/164]
3. Berbuka
dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air.
Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa ketika berbuka disunnahkan pula untuk berbuka
dengan kurma atau dengan air. Jika tidak mendapati kurma, bisa digantikan
dengan makan yang manis-manis. Di antara ulama ada yang menjelaskan bahwa
dengan makan yang manis-manis (semacam kurma) ketika berbuka itu akan
memulihkan kekuatan, sedangkan meminum air akan menyucikan.
4. Berdo’a ketika berbuka
Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah
salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ
حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin
yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang
terdzolimi.” [ HR. Tirmidzi no.
2526 dan Ibnu Hibban 16/396]
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a
karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam
keadaan tunduk dan merendahkan diri.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru
insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan
pahala telah ditetapkan insya Allah)” [ HR. Abu Daud no. 2357. ]
Adapun do’a berbuka,
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah,
kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”[ HR. Abu Daud no. 2358] Do’a
ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).
Begitu pula do’a berbuka,
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika
afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan
dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan
“wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun
makna do’a tersebut shahih. Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan
di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam
amalan.
5. Memberi
makan pada orang yang berbuka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ
يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya
pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang
berpuasa itu sedikit pun juga.” [ HR. Bukhari no. 1902 dan Muslim no. 2308.]
6. Memperbanyak
sedekah di bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang
paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan
lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau.
Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan
(untuk membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai dibacakan untuk Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang menemuinya,
beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan.
Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir
dan i’tikaf.”
Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dan
sedekah sunnah dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.Dari ‘Ali,
ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang
mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat
dari bagian luarnya." Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata,
"Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?"
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Untuk orang yang
berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada
malam hari diwaktu manusia pada tidur." [ HR. Tirmidzi no. 1984.]
Semoga sajian ini bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi
ni'matihi tatimmush sholihaat.
_______________________________
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Cuplikan dari Buku Panduan
Ramadhan
1 Comments for "Meraih Puasa Penuh Berkah"
Makasih dan Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT.