Mulailah Ummu Syarik mendakwahi wanita-wanita Quraisy secara
sembunyi-sembunyi. Diajaklah mereka untuk masuk Islam.
Ia melakukannya dengan sabar, tanpa bosan dan jenuh.
Lama-kelamaan, perbuatan Ummu Syarik diketahui oleh penduduk Mekkah. Penduduk
Mekkah akhirnya menangkap Ummu Syarik. Penduduk Mekkah berkata, “Jika bukan
karena kaummu, sunguh kami akan berbuat sesuatu kepadamu. Akan tetapi, kami
akan kembalikan engkau kepada kaummu.” Ummu Syarik menjawab, “Keluarga suamiku
telah mendatangiku.”
Penduduk Mekkah berkata, “Jangan-jangan engkau telah berada
di atas agamanya?” Ummu Syarik menjawab, “Demi Allah! Aku memang berada di atas
agamanya.” Penduduk Mekkah pun berkata, “Tidak, demi Allah, sungguh kami akan
menyiksamu dengan siksaan yang pedih!”
Kemudian mereka membawa Ummu Syarik keluar dari rumahnya.
Dibawalah Ummu Syarik dengan dinaikkan ke atas seekor unta
yang berjalan lambat. Unta yang dinaiki Ummu Syarik merupakan kendaraan yang
paling jelek. Di tengah perjalanan, Ummu Syarik hanya diberi makan roti dan
madu. Air minum tidak diberikan kepadanya walau setetes pun.
Hingga tiba waktu pertengahan hari ….
Saat itu matahari mulai panas. Turunlah orang-orang yang
membawa Ummu syarik itu dari kendaraan mereka, lalu mereka menggelar kemah
(untuk berteduh dari panas matahari), sedangkan Ummu Syarik dibiarkan kepanasan
terkena terik matahari. Sampai-sampai, Ummu Syarik kehilangan kesadaran,
pendengaran, dan penglihatannya. Seperti itulah mereka menyiksa Ummu Syarik
selama tiga hari.
Pada hari ketiga, para pembawa Ummu Syarik itu berkata,
“Tinggalkanlah keyakinanmu!” Ummu Syarik tidak mengerti ucapan mereka kecuali
kata per kata. Ummu Syarik hanya bisa berisyarat dengan jari terlunjuknya
mengarah ke langit –yang berarti tauhid– mengesakan Allah. Siksaan yang ia
alami begitu berat.
Saat itulah keimanan Ummu Syarik sedang diuji. Suatu ketika,
tiba-tiba muncul sebuah timba yang diletakkan di dadanya. Ummu Syarik mengambil
ember itu dan meminum airnya dengan sekali napas. Kemudian timba itu terangkat
menjauhi Ummu Syarik, dan Ummu Syarik memandangi timba yang terangkat itu.
Lalu, timba itu tergantung di antara langit dan bumi.
Ummu Syarik tak mampu menjangkau timba tersebut (karena terlampau
tinggi). Untuk kedua kalinya, timba itu diturunkan kepada Ummu Syarik sehingga
ia bisa meminum airnya dengan satu tarikan napas. Timba itu lalu ditarik lagi
ke atas, dan Ummu Syarik memandangi timba yang terangkat itu. Timba itu
tergantung di antara langit dan bumi. Kemudian, untuk ketiga kalinya timba itu
diturunkan kembali. Ummu Syarik meminum air di dalamnya hingga ia puas.
Kemudian air dalam timba itu dituangkan di atas kepala, wajah, dan pakaian Ummu
Syarik.
Orang-orang yang membawa Ummu Syarik akhirnya keluar dan
melihat kejadian itu. Mereka berkata, “Darimana timba ini, wahai musuh Allah?”
Ummu Syarik menjawab, “Sebenarnya musuh Allah itu bukanlah aku! Musuh Allah itu
adalah orang yang menyelisihi agama-Nya. Adapun pertanyaan kalian tentang asal
timba ini maka ini adalah rezeki yang Allah berikan kepadaku.”
Karenanya, orang-orang itu beranjak menuju tempat air
mereka. Mereka dapati tali tempat air mereka utuh dan tidak terlepas (artinya,
air dalam timba Ummu Syarik tidak berasal dari tempat air mereka, ed.)
Kemudian orang-orang itu berkata, “Kami bersaksi bahwa
sesungguhnya Rabbmu adalah Rabb kami. Sungguh Dzat yang telah memberimu rezeki
adalah Dzat yang telah memberimu rezeki di tempat ini setelah kami menyiksamu.
Dialah Dzat yang membuat syariat Islam.” Selanjutnya mereka masuk Islam dan
berhijrah kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. (Nisa’ haula Ar-Rasul
wa Ar-Radd ‘ala Muftariyat Al-Musytasyriqin)
_______________
Sumber: Kisah-Kisah Pilihan untuk Anak Muslim Seri-4,
karya Ummu Usamah ‘Aliyyah, Ummu Mu’adz Rofi’ah, dkk. Mei 2007. Penerbit Darul
Ilmi, Yogyakarta.