Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk baginda Rasulillah Shallallahu
'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Sebentar lagi kita kedatangan tamu dari Allah yang mulia.
Pastinya kita sebagai orang Islam sangat bergembira menyambutnya. Namun kita
tetap harus memperhatikan ketentuan-ketentuan syariat tentangnya. Tidak boleh
kita melampui batas sehingga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
subtansi Ramadhan dan menciptakan tuntutan-tuntunan baru yang tak disyariatkan.
Berikut ini beberapa kekeliruan dan kesalahan dalam
menyambut bulan Ramadhan yang banyak tersebar luas di tengah-tengah masyarakat.
1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
Tidaklah tepat keyakinan bahwa menjelang bulan Ramadhan
adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat yang dikenal
dengan “nyadran”. Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar
hati kita semakin lembut karena mengingat kematian; dan untuk mendoakan mereka
sewaktu-waktu.Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur
pada waktu tertentu seperti menjelang Ramadhan dan meyakini bahwa waktu
tersebut adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu
kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang mengajarkan hal ini.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya
seputar masalah ini: "Apakah ziarah kubur pada hari-hari raya halal
atau haram?"
Beliau menjawab: Hal itu tidak mengapa. Kapan saja
boleh.Tetapi mengkhususkannya pada hari raya tidak benar.Yakni
apabila mempercayai bahwa ziarah pada hari raya lebih utama atau semacamnya.
Adapun apabila pengkhususan dikarenakan waktu yang luang, maka tidak mengapa
karena ziarah tidak ada waktu yang khusus. Boleh berziarah di malam hari atau
siangnya. Pada hari-hari raya atau selainnya. Tidak ada ketentuannya. Tidak ada
waktu yang khusus, karena Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallambersabda:
"ziarahilah kuburan, karena itu dapat mengingatkan kepada kalian
akhirat" dan beliau tidak menentukan waktunya. Maka setiap muslim
dapat menziarahinya di setiap waktu. Di malam hari dan siangnya. Pada hari-hari
raya dan lainnya. Namun tidak mengkhususkan hari tertentu dengan maksud bahwa
hari itu lebih utama dari lainnya. Adapun jika mengkhususkannya karena tidak
ada waktu selain itu maka tidak mengapa.
2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut
Ramadhan
Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan
Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini
juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”
) ada juga yang melakukannya dengan ikhtilath campur baur laki-laki dan
perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang
besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan yang
penuh berkah dan rahmat disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka
Allah?!
3. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ
هَكَذَا وَهَكَذَا
“Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf. Kami
tidak memakai kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula memakai hisab (dalam
penetapan bulan). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29)
dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ibnu Bazizah mengatakan,”Madzhab ini (yang menetapkan
awal Ramadhan dengan hisab) adalah madzhab batil. Syari’at telah melarang
mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan
bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu
perkara (misalnya penentuan awal Ramadhan, pen,-) hanya dikaitkan dengan ilmu
hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai
ilmu hisab ini kecuali sedikit sekali.” (Fathul Baari, 6/156)
4. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua
Hari Sebelumnya
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ
إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa
satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan
puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh
Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Nasa’i)
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari
tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا
الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia
telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
5. Mengkhusukan bermaaf-maafan
menjelang ramadhan
Sama halnya dengan ziarah kubur, meminta maaf juga merupakan
sebuah amalan yang mulia di dalam Islam. Jika kita melakukan sebuah kesalahan
atau dosa yang berhubungan dengan hak-hak manusia, maka salah satu syarat untuk
memohon ampun kepada Allah adalah meminta maaf kepada manusia yang bersangkutan
agar dia memaafkan kita, sekaligus kita harus mengembalikan haknya jika ada hak
yang telah direnggut.
Meminta maaf juga dianjurkan untuk dilakukan kapanpun selama
kita memiliki kesalahan. Caranya adalah dengan menyebutkan kesalahan kita dan
kemudian kita minta maaf kepada orang yang bersangkutan atas kesalahan yang
kita lakukan. Itulah yang benar.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya):“Orang
yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib
meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari
dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal
shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun
jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari
orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449)
Namun, di masyarakat kita muncul sebuah tradisi saling
meminta maaf menjelang datangnya Ramadhan dan Idul Fitri. Setiap tahunnya
menjelang datangnya bulan Ramadhan atau ketika Idul Fitri, kita mendapati
sebagian kaum muslimin saling bermaaf-maafan. Anehnya, tidak disebutkan
kesalahan apa yang telah diperbuat sehingga mereka meminta maaf.
Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam memerintahkan kita untuk segera meminta maaf jika kita berbuat
kesalahan kepada orang lain. Hal itu dikarenakan kita tidak tahu kapan ajal
akan menjemput kita. Jika kita meninggal sebelum meminta maaf atas kesalahan
kita, maka kesalahan kita tersebut akan kita bawa ke akhirat. Adapun meminta
maaf kepada orang lain tanpa tahu sebab kesalahan apa dia meminta maaf, maka
ini tidak dianjurkan dalam Islam.
6. Berbelanja Besar-besaran Menjelang Ramadhan
Kebiasaan ini sering dilakukan kaum ummahat (ibu-ibu).
Padahal sebenarnya hal ini malah bertentangan dengan satu maksud dan tujuan
puasa yaitu supaya kita prihatin dan ikut merasakan penderitaan kaum fakir
miskin. Bukan justru memindahkan waktu makan atau malah menambah porsi makan
kita dari di luar Ramadhan. Apalagi hal seperti dapat mengakibatkan kenaikan
harga kebutuhan pokok.
Kalau kita bercermin pada para ulama salaf, di mana untuk
menyambut Ramadhan mereka lebih mempersiapkan fisik dan mental dengan melakukan
pemanasan ibadah di bulan Sya’ban, barangkali untuk memaksimalkan ibadah di
bulan Ramadhan.
Jika kita melihat kebiasaan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam di bulan Sya’ban sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radhiallahu
Anha bahwa beliau banyak berpuasa dibulan tersebut.
Begitu juga para salaf dahulu sudah mulai memperbanyak
bacaan Al-Qur’an sejak bulan Sya’ban.
Salamah bin Kuhail berkata: "Dahulu kami menyebut bulan
Sya’ban sebagai bulan para pembaca Al-Qur’an." ‘Amru bin Qois ketika masuk bulan Sya’ban beliau menutup
tokonya dan menyibukkan dengan membaca Al-Qur’an."
Diriwayatkan juga dari Imam Malik bahwa beliau ketika
dibulan Ramadhan mengurangi aktivitas dakwah dan memperbanyak ibadah dan khalwat
dengan Rabbnya. Inilah cara para salaf dahulu menyambut bulan Ramadhan yang
mulia ini.
7. Menyambut Ramadhan Membakar Petasan
Ini jelas dilarang dalam Islam. Karena itu termasuk
perbuatan menghamburkan harta untuk hal yang tidak berguna. Padahal setiap
rupiah yang kita belanjakan akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah
Ta’alaa. Selain itu, membakar dan membunyikan petasan juga dapat menganggu
orang lain yang pastinya juga diharamkan apalagi saat bulan Ramadhan ketika
kebanyakan manusia tengah khusyuk dalam beribadah.
Penutup
Kedatangan bulan mulia yang penuh berkah dan rahmah haruslah
disambut dengan kemuliaan, meniru generasi-generasi mulia terdahulu. Semoga
Allah menunjuki kita kepada sikap terbaik dalam menyambut bulan berkah. Lalu
memberikan taufiq kepada kita untuk bisa memakmurkan Ramadhan dengan semestinya
sehingga saat keluar darinya terampuni semua dosa-dosa kita. Aamiin!!
Dikutip dari berbagai sumber
Tag :
Seputar Ramadhan
0 Comments for "Kekeliruan dan Kesalahan Dalam Menyambut Ramadhan"