Selalu jadi perselisihan, manakah yang lebih afdhol 11 atau
23 raka'at. Kalau kami sendiri menilai bahwa kedua cara tersebut semuanya
itu baik asal shalatnya dilakukan dengan benar. Yaitu harus ada thuma'ninah
dan tidak ngebut secepat kilat bagai kencangnya bis patas atau bagai
ayam matuk. Ada yang mengerjakan shalat 23 raka'at yang begitu cepat sampai
bisa diselesaikan dalam waktu 10-15 menit. Wallahul musta'an.
Shalat Tarawih Disunnahkan Berjama'ah
Syaikh 'Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim rahimahullah berkata,
"Hukum shalat tarawih adalah sunnah. Shalat tersebut
dilakukan dengan berjama'ah lebih afdhol. Karena hal ini sudah ma'ruf di
tengah-tengah sahabat dan para ulama sesudahnya telah menyepakatinya."
(Syarh Wazhoif Ramadhan, hal. 133).
Masalah Jumlah Raka'at
Kembali disebutkan oleh Syaikh 'Abdurrahman bin Qosim,
"Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa sah-sah saja
melaksanakan shalat tarawih 20 raka'at seperti yang masyhur dalam madzhab Ahmad
dan Syafi'i. Boleh pula melaksanakan shalat tarawih sebanyak 36 raka'at
sebagaimana pendapat Imam Malik. Boleh pula melaksanakan shalat tarawih dengan
11 raka'at atau 13 raka'at. Semua itu baik. Boleh saja mengerjakan shalat
tarawih dengan banyak raka'at atau sedikit raka'at tergantung pada lama dan
pendeknya berdiri.
'Umar bin Khottob radhiyallahu 'anhu ketika
mengumpulkan jama'ah dengan imam Ubay bin Ka'ab, ia memerintahkan untuk
mengerjakan 20 raka'at.
Para sahabat sendiri ketika mengerjakan shalat malam, ada di
antara mereka yang mengerjakan dengan sedikit raka'at dan ada yang dengan
banyak raka'at. Adapun membatasi dengan jumlah raka'at tertentu tidak ada dalam
Islam sama sekali." (Syarh Wazhoif Ramadhan, hal. 133-134).
Shalat Tarawih dengan Jumlah Raka'at yang Banyak Namun "Ngebut"
Lalu kembali Syaikh 'Abdurrahman bin Qosim menyinggung
orang-orang yang shalat tanpa thuma'ninah seperti yang kita perhatikan saat ini
pada sebagian jama'ah yang melakukan tarawih dengan 23 raka'at (raka'at yang
banyak). Beliau rahimahullah berkata,
"Banyak sekali imam yang ketika melaksanakan shalat
tarawih tanpa memakai nalar. Mereka melakukannya tanpa ada thuma'ninah ketika
ruku' dan sujud. Padahal thuma'ninah termasuk rukun shalat. Dalam shalat kita
pun dituntut untuk menghadirkan hati dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat
Allah yang dibaca. Tentu thuma'ninah dan khusyu' tidak didapati ketika
seseorang ngebut dalam shalatnya. Jika mau dinilai, sedikit raka'at namun
disertai khusyu' ketika ruku' dan sujud itu lebih baik daripada banyak raka'at
namun dilakukan dengan ngebut yang jelas dilarang dalam shalat.
Kalau mau dikata, mengerjakan shalat malam dengan 10 raka'at
namun ada thuma'ninah lebih baik daripada 20 raka'at dengan tergesa-gesa.
Karena ruh shalat adalah ketika hati itu benar-benar menghadap Allah.
Begitu pula membaca Al Qur'an dengan tartil lebih baik
daripada dengan terburu-buru. Yang masih dibolehkan adalah dalam keadaan cepat
namun tidak ada satu huruf pun yang luput dibaca. Yang tidak dibolehkan adalah
jika sampai menghilangkan satu huruf bacaan karena terburu-buru dalam shalat.
Namun jika dibaca dengan bacaan yang jelas dan para jama'ah pun dapat mengambil
manfaat, maka itu lebih baik.
Allah pun mencela orang yang membaca Al Qur'an namun tidak
memahaminya seperti disebutkan dalam ayat,
وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ
"Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak
mengetahui maksud Al Kitab, kecuali dongengan bohong belaka." (QS. Al
Baqarah: 78).
Yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang membaca namun
tidak memahami. Padahal maksud diturunkannya Al Qur'an adalah untuk dipahami
maknanya dan diamalkan, bukan hanya sekedar dibaca." Lihat Syarh
Wazhoif Ramadhan, hal. 136.
Bermasalahnya Shalat Tanpa Thuma'ninah
Kadar thuma'ninah dalam ruku' dan sujud menurut ulama
Syafi'iyah adalah sudah mendapat sekali bacaan tasbih. Lihat Al Fiqhu Al
Manhaji karya Syaikh Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, hal. 134.
Kalau di bawah kadar itu, berarti tidak ada thuma'ninah.
Kalau tidak ada thuma'ninah berarti hilanglah rukun shalat dan membuat shalat
tidak sah.
Mengenai perintah thuma'ninah disebutkan dalam hadits ketika
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang yang
"ngebut" shalatnya untuk mengulangi shalatnya. Dalilnya sebagai
berikut,
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika
masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu,
ia datang dan memberi salam pada Nabishallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau
menjawab salamnya. Beliau berkata, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya
engkau tidaklah shalat." Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam
pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau tetap berkata yang
sama seperti sebelumnya, "Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau
tidaklah shalat." Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek
shalatnya tersebut berkata, "Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku
tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!" Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam lantas mengajarinya dan bersabda, "Jika engkau
hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur'an yang mudah
bagimu. Lalu ruku'lah dan sertai thuma'ninah ketika ruku'. Lalu
bangkitlah dan beri'tidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thuma'ninah ketika
sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thuma'ninah.
Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma'ninah ketika sujud.
Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu." (HR. Bukhari no. 793 dan
Muslim no. 397).
Lihatlah orang tersebut disuruh mengulangi shalatnya karena
shalatnya tidak memiliki thuma'ninah, artinya shalatnya sangat cepat atau
"ngebut". Jadinya orang yang shalat tarawih dengan ngebut tanpa ada
thuma'ninah, berarti shalatnya tidak sah.
Semua Jumlah Raka'at Shalat Tarawih itu Baik
Namun sekali lagi mengenai jumlah raka'at shalat tarawih
yang jelas tidak dibatasi. Juga boleh mengerjakannya dengan 23 raka'at asal ada
thuma'ninah di dalam shalat. Lihat saja contoh yang saat ini dipraktekkan di
tanah haram, yaitu di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan 23 raka'at yang
lama dan thuma'ninah. Bahkan Ibnu Taimiyah menegaskan semua jumlah raka'at
shalat tarawih itu baik.
Ibnu Taimiyah dalam fatawanya menjelaskan, "Para ulama
berselisih pendapat mengenai jumlah raka'at shalat tarawih (qiyam Ramadhan).
Ada hadits shahih yang menyebutkan bahwa Ubay bin Ka'ab mengimami shalat
tarawih dengan 20 raka'at, ditambah witir 3 raka'at. Kebanyakan ulama menilai
23 raka'at inilah yang disunnahkan. Karena Ubay melakukan shalat tersebut di
hadapan kaum Muhajirin dan Anshar, namun tidak ada yang mengingkarinya.
Sebagian yang lainnya mengerjakan shalat tarawih dengan 39 raka'at karena
dianggap bahwa inilah praktek penduduk Madinah di masa silam.
Ada pula sebagian ulama yang menyebutkan hadits 'Aisyah yang
shahih yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
pernah menambah lebih dari 13 raka'at. Sehingga mereka bingung karena
menganggap hadits inilah yang jadi patokan. Mereka sulit mengkompromikan dengan
hadits yang shahih yang menyatakan bahwa Khulafaur Rasyidin dan para sahabat
telah melakukan lebih dari 13 raka'at.
Yang benar, semua cara shalat tarawih tersebut benar.
Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Imam Ahmad bin Hambal bahwasanya jumlah
raka'at shalat tarawih tidak dibatasi dengan jumlah raka'at tertentu karena
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri tidak membatasinya. Maka
boleh saja melakukan shalat tarawih dengan jumlah raka'at yang sedikit atau
banyak tergantung pada lama dan pendeknya berdiri.
Kalau Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri
melakukan shalat malam dalam satu raka'at membaca surat Al Baqarah, An Nisaa',
dan Ali Imran. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam kitab Shahih dari hadits
Hudzaifah. Maka lamanya berdiri seperti ini diganti oleh para sahabat dengan
banyak raka'at. Karenanya Ubay bin Ka'ab tidak mengimami dengan lama berdiri
namun dengan banyak raka'at. Banyak raka'at ini adalah kompensasi dari lamanya
berdiri. Dahulu iya, shalat tarawih dilakukan dengan 11 atau 13 raka'at. Namun
setelah itu orang-orang di Madinah menjadi tidak mampu melakukannya karena
berdirinya yang lama, maka digantilah menjadi 39 raka'at dengan memperbanyak
raka'at." (Majmu' Al Fatawakarya Ibnu Taimiyah, 23: 112-113).
Artikel Rumaysho.Com
0 Comments for "Semua Jumlah Raka'at Shalat Tarawih itu Baik"