Berbagi Ilmu ~ Menyebar Sunnah

Berbagi Ilmu ~ Menyebar Sunnah

Tukar Cincin Dalam Tinjauan Syari'at

Tukar Cincin

Para ulama menjelaskan bahwa di antara kebiasaan yang menyimpang dari syariat Islam adalah adanya tradisi tukar cincin sebelum calon mempelai masuk ke jenjang pernikahan. Diantara alasan yang menunjukkan larangan hal ini adalah:

Pertama: Tradisi tukar cincin, pada asalnya, merupakan warisan dari orang nasrani. Merekalah yang pertama kali membuat tradisi ini. Ketika melakukan pernikahan, sang lelaki meletakkan cincin di jempol tangan kiri perempuan, dengan mengatakan, “Dengan nama tuhan bapa,” kemudian dipindah ke telunjuk, sambil mengatakan, “Tuhan anak,” lalu dipindah ke jari tengah, dengan mengatakan, “Ruh kudus,” selanjutnya dipindah ke jari manis, sambil mengatakan, “Amin.” Kisah tentang tradisi ini disebutkan oleh Syekh Al-Albani dalam Adab Az-Zifaf.

Sementara itu, kaum muslimin dilarang mengikuti kebiasaan dan tradisi orang kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud, Baihaqi, dan Ibnu Abi Syaibah; dinilai sahih oleh Al-Albani).

Kedua: Tradisi ini akan membuka pintu maksiat, yaitu banyaknya lelaki yang memakai cincin dari emas. Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas melarang hal ini. Diantara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah:

1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (kaum lelaki) memakai cincin emas (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

2. Dari Ibnu Abbas, “Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat cincin emas pada jari seorang sahabat. Kemudian beliau melepasnya dan membuangnya, sambil bersabda, ‘Kalian sengaja mengambil bara api neraka lalu kalian letakkan di tangan kalian?’ Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi, ada orang yang berkata kepada pemakai cincin tadi, ‘Ambil cincinmu dan manfaatkan untuk hal yang lain.’ Sahabat ini mengatakan, ‘Tidak! Demi Allah, aku tidak akan mengambilnya selamanya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.’” (HR. Muslim dan Thabrani)

3. Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang sahabat memakai cincin emas, kemudian beliau berpaling darinya (tidak mau menyapanya). Kemudian, orang ini melepas cincin emasnya dan diganti dengan cincin besi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Ini lebih jelek. Ini perhiasan penghuni neraka.” Kemudian, dia melepasnya, dan digantinya dengan cincin perak, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkannya. (HR. Ahmad dan Bukhari dalam Adabul Mufrad; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Keterangan di atas berlaku jika tidak diyakini bahwa tukar cincin bisa melanggengkan hubungan suami-istri. Akan tetapi, jika diyakini bahwa tukar cincin bisa melanggengkan hubungan suami-istri, sehingga masing-masing berusaha mempertahankan cincinnya, jangan sampai hilang,  jika cincin ini sampai hilang bisa mengancam keutuhan hubungan keduanya, dan seterusnya, maka keadaannya semakin parah dan dosanya lebih besar. Dengan menambahkan keyakinan seperti itu, berarti seseorang telah mengambil sebuah sebab yang pada asalnya bukanlah sebab.  Keyakinan yang akan menjerumuskan kepada jurang kesyirikan, waiyyazubillah.

Allah Ta’ala berfirman :

@è% `©9 !$uZu;ÅÁムžwÎ) $tB |=tFŸ2 ª!$# $uZs9 uqèd $uZ9s9öqtB 4 n?tãur «!$# È@ž2uqtGuŠù=sù šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÎÊÈ   


“Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal” (QS. At-Taubah : 51).



Tag : Aktual, Budaya
0 Comments for "Tukar Cincin Dalam Tinjauan Syari'at"

Back To Top