KEMUNDURAN DAN
KERUNTUHAN
DAULAH ABBASIYAH
A.
Pendahuluan
Dalam peradaban umat Islam, Daulah Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah
kegemilangan dan kejayaan pemerintahan Islam, banyak kesuksesan yang diraih
Bani Abbasiyah, baik dibidang, ekonomi, politik dan ilmu pengetahuan.
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132H/750M
oleh Abul Abbas As-Shafah[1],
sekaligus sebagai Khalifah yang pertama. Kekhalifahan ini berkuasa setelah
merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya, kecuali
Andalusia. dan memindahkan Ibukota dari Damaskus ke Baghdad.
Daulah Abbasiyah sangat dielu-elukan
sebagai masa keemasan Islam. Karena pada masa ini
kemajuan dalam berbagai bidang sangat pesat.Puncak
popularitas masa ini barada pada Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M)
dan putranya Al-Makmun (813-833 M).Pemerintahan ketika itu menikmati segala
bentuk kebesaran, kekuasaan dan keagungan ilmu pengetahuan. Kejayaan Abbasiyah
rupanya hanya sampai periode pertama,setelah itu Abbasiyah hancur. Meskipun
demikian Daulah Abbasiyah dapat bertahan
selama lima abad.[2]
Akhir
dari kekuasaan Daulah Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh pasukan
Mongol yang dipimpin oleh Hulaghu Khan pada tahun 656 H / 1258 M. Baghdad dibumihanguskan dan
diratakan dengan tanah. Khalifah Al-Musta’shim penguasa terakhir Bani Abbasiyah
di Baghdad benar-benar tidak berdaya dan
akhirnya terbunuh.[3]
Jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol
bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal
dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat
kebudayaan dan per-adaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu
pengetahuan.
Makalah ringkas ini akan memaparkan
faktor-faktor yang melatarbelakangi kemunduran dan keruntuhan Daulah Abbasiyah
serta bagaimana peradaban Islam Pada masa kemunduran dan keruntuhannya.
B.
Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Kemunduran dan Keruntuhan Daulah Abbasiyah
Daulah
Abbasiyah dibagi menjadi tiga periode. Pertama, periode perkembangan dan puncak
kejayaan, ditandai dengan berkembangnya kebudayaan dan peradaban. Kedua,
periode disintegrasi ditandai dengan upaya wilayah-wilayah melepaskan
diri dari daulah Abbasiyah. Ketiga, periode kemunduran dan kehancuran.[4]
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah
Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian,
faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba.
Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada
periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah
kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah,
mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang
menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut
saling berkaitan satu sama lain. Namun menurut Philip K Hitti, faktor internal
lebih banyak berperan sebagai sebab kehancuran kekhalifahan ketimbang faktor
eksternal. Pembebanan pajak dan pengaturan wilayah-wilayah provinsi demi
keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertanian dan industri.
Ketika para penguasa semakin kaya, rakyat justru semakin miskin. Wabah penyakit
yang sering menyerang, menyebabkan manusia
abad pertengahan tak berdaya, membinasakan banyak penduduk diberbagai
wilayah. Tidak kurang dari 40 wabah penyakit penting yang tercatat dalam
sejarah Arab selama empat abad pertama pasca penaklukan. Kehancuran ekonomi
nasional tentu saja berakibat langsung pada turunnya tingkat intelektualiatas
masyarakat dan mengekang tumbuhnya pemikiran kreatif.[5]
Menurut W. Montgomery, bahwa beberapa faktor
penyebab kemunduran Bani Abbasiyah adalah :
1.
Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah,
sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu,
tingkat saling percaya antara penguasa dan pelaksana pemerintah sudah sangat
rendah.
2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata,
ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.
Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang
dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat itu kekuatan militer
menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.[6]
Sedangkan
menurut Dr. Badri Yatim, M. A diantara hal yang menyebabkan kemunduran Daulah
Bani Abbasiayah Adalah :
1.
Persaingan
antar bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas
yang bersekutu dengan orang-orang Persia, persekutuan dilatar belakangi oleh
persamaan nasib pada saat pemerintahan Bani Umayyah, keduanya sama-sama
tertindas. Setelah dinasti Abbasiyah berdiri Bani Abbas tetap mempertahankan
persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antar bangsa menjadi pemicu untuk
saling berkuasa. Kecendrungan masing-masing bangsa untuk berkusa telah
dirasakan sejak awal pemerintahan Bani Abbas.
2.
Kemerosotan
Ekonomi
Khalifah Abbasiyah juga mengalami kemerosotan
Ekonomi bersamaan dengan Kemunduran dibidang Politik. Pada periode pertama,
pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya, dan keuangan yang
masuk lebih besar dari pada yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan
Harta. Setelah khalifah mengalami periode kemunduran , pendapatan negara
menurun, dengan demikian terjadi kemerosotan ekonomi.
3.
Konflik
Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan
masalah kebangsaan. Pada periode Abbasiyah , konflik keagamaan yang muncul
menjadi isu sentral sehingga terjadi perpecahan. Berbagai Aliran keagaam
seperti Mu’tazillah, Syi’ah, Ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya
menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai
faham keagamaan yang ada.
Perang salib merupakan sebab dari eksternal
ummat Islam. Perang salib yang terjadi beberapa gelombang banyak menelan
korban. Konsentrasi dan perhatian Bani Abbasiyah terpecah belah untuk
menghadapi tentara salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
Serangan tentara mongol ke wilayah Islam
menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulaghu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuasaan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah pada
kekuatan Mongol.[9]
Dikisahkan pada tanggal 29 Januari 1258, kota Baghdad
mulai dikepung di bawah pimpinan jendral China, Guo Khan. Pada tanggal 5
Februari, mereka berhasil menguasai benteng di sekitar Baghdad. Khalifah
kemudian berusaha bernegosiasi dengan Hulagu tetapi ditolaknya. Akhirnya pada
tanggal 10 Februari, Baghdad resmi menyerah.
Pasukan Mongol mulai memasuki kota pada
tanggal 13 Februari, dimana minggu itu merupakan minggu yang sungguh penuh
darah dan jerit tangis warga kota Baghdad. Pembantaian, penjarahan, pemerkosaan
dan pembakaran terjadi di mana-mana. Bangsa Mongol menjarah dan menghancurkan
Masjid, perpustakaan, istana, rumah sakit, dan juga banyak bangunan
bersejarah. Perpustakaan Baghdad (saat itu Baghdad terkenal sebagai
pusat ilmu pengetahuan dunia) yang penuh dengan buku-buku sejarah, kedokteran
dan astronomi dan lainnya dijarah dan semua bukunya dilempar ke Sungai
Tigris, para saksi mata mengatakan Sungai Tigris berubah warnanya menjadi hitam
dikarenakan saking banyaknya buku yang terendam sehingga tintanya luntur.
Khalifah Al-Musta’sim ditangkap dan disuruh
melihat rakyatnya yang sedang disembelih di jalan-jalan dan hartanya yang
dirampas. Kemudian setelah itu khalifah dibunuh dengan cara dibungkus dengan
permadani dan diinjak-injak dengan kuda sampai mati. Semua anaknya dibunuh
kecuali satu yang masih kecil dijadikan budak dan dibawa ke Mongol.[10]
1.
Faktor Politik
Pada tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar dibunuh atas persetujuan wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada saudagar Bukhara dan Samarkand dengan tuduhan mata-mata Mongol. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan Jenghis Khan. Jenghis Khan mengirimkan pasukan kepada Sultan Khawarizmi untuk meminta agar wali Utrar diserahkan sebagai ganti rugi kepadanya. Utusan ini juga dibunuh oleh Khawarizmi Syah sehingga Jenghis Khan dengan pasukannya melakukan penyerangan terhadap wilayah Khawarizmi
Pada tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar dibunuh atas persetujuan wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada saudagar Bukhara dan Samarkand dengan tuduhan mata-mata Mongol. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan Jenghis Khan. Jenghis Khan mengirimkan pasukan kepada Sultan Khawarizmi untuk meminta agar wali Utrar diserahkan sebagai ganti rugi kepadanya. Utusan ini juga dibunuh oleh Khawarizmi Syah sehingga Jenghis Khan dengan pasukannya melakukan penyerangan terhadap wilayah Khawarizmi
2.
Motif Ekonomi
Motif ini diperkuat oleh ucapan Jenghis Khan sendiri, bahwa penaklukan-penaklukan dilakukannya adalah semata-mata untuk memperbaiki nasib bangsanya, menambah penduduk yang masih sedikit, membantu orang-orang miskin dan yang belum berpakaian. Sementara di wilayah Islam rakyatnya makmur, sudah berperadaban maju, tetapi kekuatan militernya sudah rapuh.
Motif ini diperkuat oleh ucapan Jenghis Khan sendiri, bahwa penaklukan-penaklukan dilakukannya adalah semata-mata untuk memperbaiki nasib bangsanya, menambah penduduk yang masih sedikit, membantu orang-orang miskin dan yang belum berpakaian. Sementara di wilayah Islam rakyatnya makmur, sudah berperadaban maju, tetapi kekuatan militernya sudah rapuh.
3.
Tabiat Orang Mongol yang Suka Mengembara
Tabiat mereka yang memang suka mengembara, penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Jenghis Khan dengan pasukan perangnya yang terorganisir, berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan. Para tawanan perang dimanfaatkan secara paksa untuk membawa perlengkapan perang dan makanan. Strategi perang Jenghis Khan yang tidak ketinggalan juga adalah membariskan penduduk sipil yang telah kalah di depan tentara sebagai tameng untuk menggetarkan musuh. Di samping itu, Jenghis Khan membawa penasehat yang terdiri dari para rahib dan tukang ramal.
Tabiat mereka yang memang suka mengembara, penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Jenghis Khan dengan pasukan perangnya yang terorganisir, berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan. Para tawanan perang dimanfaatkan secara paksa untuk membawa perlengkapan perang dan makanan. Strategi perang Jenghis Khan yang tidak ketinggalan juga adalah membariskan penduduk sipil yang telah kalah di depan tentara sebagai tameng untuk menggetarkan musuh. Di samping itu, Jenghis Khan membawa penasehat yang terdiri dari para rahib dan tukang ramal.
Detik-detik
runtuhnya Khilafah Abbasiyah dan jatuhnya Baghdad juga dikisahkan oleh Ibnu
Katsîr dalam kitabnya Al-Bidayah Wan
Nihayah juz 18 halaman 213-224, sebagaimana yang dikutip Abu Ihsan Al-Atsari
berikut ini[12]
:
Runtuhnya
Baghdad di tangan bangsa Mongol tidak lepas dari pengkhianatan yang dilakukan
oleh wazîr (perdana menteri) Muhammad bin al-Alqami, seorang penganut
paham Syi’ah. Ia menjabat wazîr (Perdana Menteri) bagi Khalifah al-Musta’shim
billah, khalifah terakhir Bani Abbas di Iraq.
Ini
terjadi pada tanggal 12 Muharram 656 H. Hulaghu Khan, cucu Jengghis Khan
mengepung Baghdad dengan seluruh bala tentaranya yang berjumlah lebih kurang
200.000 personil. Sebelum runtuhnya Baghdad, Ibnul al-Alqami secara diam-diam
mengurangi jumlah tentara, yaitu dengan memecat sebagian besar tentara dan
mencoret mereka dari dinas kemiliteran. Sebelumnya, jumlah tentara pada masa
kekhalifahan al-Mustanshir mencapai 100.000 personil. Jumlah ini terus
dikurangi oleh Ibnu al-Alqami hingga menjadi 10.000 personil saja.
Kemudian
setelah itu, barulah ia mengirim surat rahasia kepada bangsa Mongol dan
memprovokasi mereka untuk menyerang Baghdad. Dalam surat tersebut dia beberkan
kelemahan angkatan bersenjata Daulah Abbasiyah. Ini merupakan salah satu sebab
begitu mudahnya pasukan Mongol menguasai Baghdad.
Tatkala
pasukan Mongol mengepung benteng kota Baghdad pada tanggal 12 Muharram 656 H,
mulailah wazir Ibnu al-Alqami menunjukkan pengkhianatannya yang kedua, yaitu
dialah orang yang pertama kali menemui pasukan Mongol. Dia keluar bersama
keluarga, pembantu dan pengikutnya menemui Hulaghu Khan untuk meminta
perlindungan kepadanya. Kemudian dia kembali ke Baghdad lalu membujuk Khalifah
agar keluar bersamanya untuk menemui Hulaghu Khan dengan alasan bahwa Hulaghu
ingin berdamai dengannya dan mengawinkan puterinya dengan putera Khalifah serta
pembagian hasil devisa setengah untuk Khalifah dan setengah untuk Hulaghu.
Maka
berangkatlah Khalifah bersama para qadhi, ahli fiqh, kaum sufi, tokoh-tokoh
negara, masyarakat dan petinggi-petinggi negara dengan 700 kendaraan. Tatkala
mereka hampir mendekati markas Hulaghu mereka ditahan oleh pasukan Mongol dan
tidak diizinkan bertemu Hulaghu kecuali Khalifah bersama 17 orang saja.
Lalu
Khalifah pun menemui Hulaghu Khan bersama 17 orang tersebut sedangkan yang lain
menunggu di atas tunggangan mereka. Sepeninggal Khalifah, mereka dirampok dan
dibunuh oleh pasukan Mongol. Selanjutnya, Khalifah dibawa ke hadapan Hulaghu
dan disandera bersama 17 orang yang ikut dengannya. Mereka diteror, diancam dan
diintimidasi serta dipaksa agar menyetujui apa yang diinginkan oleh Hulaghu.
Kemudian
Khalifah kembali ke Baghdad bersama Ibnu al-Alqami dan Nashiruddin ath-Thusi
yang semadzhab dengan Ibnul al-Alqami. Dan dibawah rasa takut dan tekanan yang
hebat Khalifah pun mengeluarkan emas, perak, perhiasan, permata dan barang-barang
berharga lainnya yang jumlahnya sangat banyak untuk diserahkan kepada Hulaghu.
Akan tetapi sebelumnya Ibnu al-Alqami bersama Nashiruddin ath-Thusi sudah
membisiki Hulaghu agar tidak menerima tawaran perdamaian dari Khalifah. Mereka
berhasil mempengaruhi Hulaghu. Mereka pun mendorong Hulaghu agar menghabisi
Khalifah.
Tatkala
Khalifah kembali dengan membawa barang-barang yang banyak, Hulaghu justeru
menginstruksikan agar mengeksekusi Khalifah. Maka pada hari Rabu tanggal 14
Shafar terbunuhlah Khalifah al-Musta’shim billahi. Dalang dibalik terbunuhnya
Khalifah adalah Ibnu al-Alqami dan Nashiruddin ath-Thusi.
Bersamaan
dengan gugurnya Khalifah maka pasukan Mongol pun menyerbu masuk ke Baghdad
tanpa perlawanan yang berarti. Dengan demikian, jatuhlah Baghdad di tangan
pasukan Mongol. Dilaporkan bahwa jumlah orang yang tewas kala itu adalah 2 juta
jiwa.Tak ada yang selamat kecuali Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang
meminta perlindungan kepada pasukan Mongol atau berlindung di rumah Ibnu
al-Alqami serta para konglomerat yang membagi-bagikan harta mereka kepada
pasukan Mongol dengan jaminan keamanan pribadi.
Makalah ini sudah dipresentasikan pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Pada hari Jumat Tanggal 13 November 2015
Dosen pembimbing Dr.Yufni Faisol,MA
Program Magister (S2) Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Imam Bonjol Padang
[1]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Amzah,2010), h 138
[2] A. Syalabi, Searah Kebudayaan Islam
(Jakarta,Alhusna Zikra, 1997, cet. Ke 9), h 302.
[3] Samsul Munir Amin, opcit.,
h.156
[5] Philip K. Hitti, History
Of The Arabs, Terj.. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi,
(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005) h 618
[6] Rizam Aizid, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Diva Press, mei 2015), h 293
[7]
Perang Salib(The Crusades War) adalah serangkaian perang agama selama
hampir dua abad (1095-1293M), sebagai reaksi Kristen Eropa terhadap Islam Asia.
Perang ini terjadi karna sejumlah Kota dan tempat suci Kristen diduduki Islam
sejak 632M.Militer Kristen menggunakan Salib sebagai simbol yang menunjukkan
bahwa perang ini suci. Perang Salib berlangsung dengan 8 x penyerbuan, yang
bertujuan untuk merebut Kota suci Palestina, tempat “Tapak Tuhan Berpijak” dari
tangan kaum Muslimin. Peperangan ini memakan korban baik jiwa maupun harta dan
kebudayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Samsul Munir Amin, opcit., h.
231
[8]
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia
Tengah sampai ke Siberia Utara , Tibet Selatan, dan Manchuria Barat, serta
Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua
putra kembar, Tartar dan Mongol. Kedua putra ini melahirkan dua sukua bangsa
besar, yakni Mongol dan Tartar, Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang
melahirkan keturunan pemimpin Bangsa Mongol di kemudian hari. Ibid., h.
212
[9]
Badri Yatim, M. A, Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II ),
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993 h 80-85
[10] https://id.wikipedia.org/wiki/Hulagu_Khan
[11] Maidir Harun dan Firdaus.
Sejarah Peradaban Islam,(Padang:IAIN-IB Press, 2002), jil. 2 h. 107-108
[12]
Abu Ihsan Al-Atsari, “Peristiwa-Peristiwa Penting Menjelang Keruntuhan
Khilafah Abbasiyah” (online), 3 Februari 2014, http://almanhaj.or.id/content/3832/slash/0/peristiwa-peristiwa-penting-menjelang-keruntuhan-khilafah-bani-abbsiyah/
, diakses 18 Oktober 2015, lihat juga Imad Ali Abdus Sami’, Pengkhianatan-Pengkhianatan
Syiah, Terj. Hafiz Muhammad
Amin (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,2006)
cet I, h. 83-93
0 Comments for "Syiah Dibalik Keruntuhan Abbasiyah"