Hadits yang cukup panjang yang terdapat di HR. Al-Bukhari
(no. 5189) di dalam kitab an-Nikaah dan HR. Muslim (no.
2448) ini berisi tentang sebelas wanita yang menceritakan tentang kondisi
suaminya masing-masing, yang didalamnya banyak terkandung pelajaran.
Al-Bukhari meriwayatkan, dalam Shahiihnya pada bab “Bergaul
dengan Baik terhadap Keluarga,” sebuah hadits marfu’ dari ‘Aisyah
Suatu saat, Aisyah radhiyallahu ‘anha istri terkasih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bercerita kepada suaminya,
tentang sebelas perempuan yang saling berjanji untuk jujur dan tidak saling
merahasiakan sesuatu pun tentang tingkah laku suaminya.
Wanita yang pertama berkata: ‘Suamiku adalah daging
unta jantan kurus di atas puncak gunung yang tidak mudah didaki, dan tidak pula
berdaging sehingga mudah berpindah.’
Pembahasan: Wanita pertama ini bermaksud mencela suaminya.
Ia mengistilahkan bahwa daging suaminya seperti daging unta yang kurus,
selain itu juga terletak di puncak gunung yang sulit didaki. Kemudian
ditambahkan lagi bahwa suaminya tidak pula gemuk untuk mampu memikul beban.
Wanita ini tidak menikmati suaminya. Sebab, ia adalah
seorang pria yang lemah dan dagingnya tidak bagus. Sepertinya ia menyifati
aktifitas seksualnya bersamanya. Sekalipun ia menikmati aktifitas seksual
bersama suaminya, namun ia melihatnya seperti daging unta yang kurus. Disamping
kurus, ternyata dia sangat buruk akhlaknya. Tidak ada seorang pun yang tahu
bagaimana seharusnya berbicara dengannya. Bahkan ketika dia sampai kepada
suaminya setelah bersusah payah, dia tidak mendapatkan sesuatu pun yang layak
diambil dan dinikmati darinya. Wallaahu a’lam.
Yang kedua berkata: ‘Tentang suamiku, aku tidak ingin
menyebarkan beritanya. Sesungguhnya aku khawatir mengatakannya. Jika aku
mengingatnya, maka aku akan mengingat urat di wajah dan di perutnya.’
Pembahasan: Wanita yang kedua ini tidak mau membicarakan
aib-aib suaminya baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Hal ini dikarenakan
suaminya ini memiliki banyak aib. Ia khawatir bila mengingatnya akan
menyebutkan semua aibnya. Seakan-akan ia khawatir tidak dapat membiarkan
beritanya sedikit pun karena sedemikian banyaknya. Tetapi ia merasa cukup
mengisyaratkan aib-aibnya. Wallaahu a ‘lam.
Yang ketiga berkata: ‘Suamiku orang yang berakhlak
buruk; jika aku berbicara, maka aku akan ditalak dan jika aku diam, maka aku
akan terkatung-katung.’
Pembahasan: wanita yang ketiga ini menyebutkan bahwa
suaminya memiliki akhlak yang buruk. Jika wanita ini berbicara disisinya dan
mengoreksinya tentang suatu perkara, maka dia akan dicerai oleh suaminya. Namun
jika dia diam, maka suaminya tidak menghiraukannya dan meninggalkannya seperti
wanita terkatung-katung yang tidak mempunyai suami dan tidak pula janda. Dia
memiliki suami, namun suaminya ini tidak bisa diambil manfaat bila disisinya. Wallaahu
a’lam.
Yang keempat berkata: ‘Suamiku seperti malam yang
tenang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak membosankan.’
Pembahasan: Wanita keempat menyifati suaminya, bahwa dia
hidup bersamanya dengan rasa aman dan keadaannya menyenangkan. Ia tidak takut
dan tidak bosan dengan kehidupannya. Ia seperti penduduk Tuhamah dalam
menikmati malam mereka yang tenang dan cuaca yang lembut. Ia menikmati suaminya
karena pergaulannya yang bagus dan keadaannya sederhana. Wallaahu a ‘lam
.
Yang kelima berkata: ‘Suamiku, apabila ia masuk, ia
seperti macan kumbang dan apabila keluar, ia seperti singa, dan tidak bertanya
tentang apa yang terlihat (di dalam rumah).’
Pembahasan: Pensifatan wanita kelima ini pada suaminya
mengandung dua kemungkinan:
Kemungkinan pertama, ia menyifati suaminya bahwa ia seperti
macan, karena terlalu sering menyetubuhinya. Wanita ini dicintainya sehingga ia
tidak tahan ketika melihatnya. Sementara ketika ia di tengah-tengah manusia
(ketika keluar) ia adalah pemberani seperti singa. Selain itu suaminya ini (tidak
bertanya tentang apa yang bisa dilihat) memberikan kepadanya makanan, minuman
dan pakaian, dan ia tidak menanyakan dikemanakan semua itu habis.
Kemungkinan kedua, ia mencela suaminya dan menyifatinya
bahwa ketika masuk, ia seperti macan. Ia tidak mencumbuinya sebelum
menyenggamainya. Ia juga berakhlak buruk, meninju, memukul dan ia tidak
bertanya tentang isterinya. Ketika ia keluar, sedangkan isterinya sakit, maka
ketika kembali, ia tidak bertanya tentang keadaannya.Wallaahu a’lam.
Yang keenam berkata: ‘Suamiku, jika ia makan sangat
rakus. Jika minum, ia meminumnya sekali tenggak. Jika tidur, ia tidur pulas
sendirian Gauh dari isteri). Ia tidak memasukkan telapak tangannya (ke dalam
tubuh isterinya) untuk mengetahui berita (tentang kesedihan isterinya).’
Pembahasan: Wanita keenam ini menyifati suaminya sebagai
orang yang rakus dalam makan dan minum sehingga tidak menyisakan sedikit pun.
Jika ia tidur, maka ia tidur di pojok dan berselimutkan dengan pakaiannya
sendirian dalam keadaan berpaling dari isterinya, dan dia (si isteri) bersedih
karenanya. Ia tidak mengulurkan tangannya untuk mengetahui kesedihannya
terhadapnya, dan ia (si isteri) sakit tapi ia tidak bertanya tentang
penyakitnya. Wallaahu a’lam.
Yang ketujuh berkata: ‘Suamiku dungu -atau tidak mampu
bersenggama dengan isterinya bahkan sangat dungu. Setiap penyakit ada padanya.
Ia melukai kepalamu, melukai tubuhmu atau melakukan kedua-duanya kepadamu.’
Pembahasan: Wanita ketujuh ini menyifati suaminya sebagai
orang yang dungu, sebab ia tidak mampu memenuhi hajatnya. Meskipun demikian,
ia selalu menyakitinya jika ia berkata kepadanya. Suaminya ini kemudian
menahannya, memukulnya dan melukai kepala serta badannya. Ia tidak menyisakan
satu anggota badan pun bisa terbebas. Kadangkala ia melakukan segalanya. Wallaahu
a’lam.
Yang kedelapan berkata: ‘Suamiku sentuhannya selembut
sentuhan kelinci dan aromanya seharum aroma Zarnab (pohon berbau harum).’
Pembahasan: Wanita kedelapan ini menyifati suaminya sebagai
orang yang suka berdandan dan memakai parfum untuk dirinya. Wallaahu
a’lam.
Yang kesembilan berkata: ‘Suamiku tinggi pilarnya,
panjang sarung pedangnya, banyak abunya dan rumahnya dekat dengan kebaikan.’
Pembahasan: Wanita kesembilan ini menyifati suaminya, bahwa
rumahnya tinggi dan panjang, dan demikianlah rumah para bangsawan. Ia
berperawakan tinggi, yang membutuhkan sarung pedang yang panjang, dan itu
karena keberaniannya. Apinya tidak padam karena kedermawanannya. Rumahnya dekat
dengan tempat pertemuan, sehingga ia tidak tertutup dari para peserta pertemuan
dan ia tidak jauh dari mereka serta selamanya berada di tengah-tengah khalayak
agar mudah bertemu dengannya.
Yang kesepuluh berkata: ‘Suamiku adalah raja, raja
yang seperti apa? Seorang raja yang lebih baik dari semua raja. Ia memiliki
unta-unta yang banyak, menderum dan sedikit digembalakan. Jika hewan-hewan
tersebut mendengar suara pisau, maka hewan-hewan tersebut merasa yakin, bahwa
mereka akan binasa.’
Pembahasan: Wanita kesepuluh ini mengatakan, bahwa suaminya
adalah raja yang lebih baik dibandingkan raja-raja yang disebutkan dalam hal
kedemawanannya. Ia memiliki banyak hewan peliharaan yang sedikit digembalakan
(kebanyakan dikandang). Jika hewan peliharaannya ini mendengar suara pisau,
maka ia tahu bahwa ada tamu yang datang. Jika tamu telah datang, maka ia yakin
bahwa ia akan disembelih. Hal ini dikarenakan kedermawanannya sang suami.
Yang kesebelas berkata: ‘Suamiku Abu Zar’, dan siapakah
Abu Zar’? Yaitu, orang yang memakaikan perhiasan di kedua telingaku. Ia
memenuhi tubuhku dengan lemak (sehingga aku menjadi gemuk). Ia membahagiakanku,
sehingga aku menjadi bahagia dan bangga. Ia mendapatiku (ketika menikahiku)
dalam keluarga penggembala kambing yang sengsara, lalu menempatkanku dalam
keluarga penggembala kuda dan unta serta memiliki banyak tanaman dan hewan
ternak. Di sisinya aku berbicara, dan aku tidak dicela. Aku tidur di awal siang
hari dan aku minum hingga puas.’
Ibu Abu Zar’, dan siapakah ibu Abu Zar’ itu? Hartanya
banyak dan rumahnya luas.
Putera Abu Zar’, dan siapakah putera Abu Zar’ itu? Tempat
tidurnya seperti selembar serat tikar (karena sempitnya) dan sudah merasa
kenyang dengan makan kaki kambing.
Putri Abu Zar’ dan tahukah kamu siapakah putri Abu Zar’
itu? Ia mentaati ayahnya dan mentaati ibunya, pakaiannya terpenuhi dan
tetangganya iri kepadanya.
Sahaya wanita Abu Zar’, dan tahukah kamu siapa sahaya
wanita Abu Zar’ itu? Ia tidak menyebarkan pembicaraan kami. Tidak berkhianat
maupun mencuri makanan kami, dan tidak memenuhi rumah kami dengan sampah.
Pembahasan: Wanita kesebelas ini (Ummu Zar’) menyifati Abu
Zar’ banyak memberinya perhiasan dan makanan yang enak. Dan dia berbahagia atas
perlakuan Abu Zar’. Ia menceritakan bahwa Abu Zar’ ini dahulu menikahinya
padahal dia berada pada keluarga yang miskin. Yang kemudian Abu Zar’
menempatkannya dikeluarga yang kaya. Meskipun begitu, ketika berbicara
(berpendapat) disisi Abu Zar’ pendapatnya diterima (meskipun dulu keluarganya
merupakan keluarga yang miskin). Selain itu dia sangat menikmati hidup bersama
Abu Zar’ yang dia bisa tidur dan minum sepuas-puasnya karena dia tidak perlu
melakukan pekerjaan rumah (karena memiliki banyak pembantu)
Selanjutnya karena senangnya hidup bersama Abu Zar’ maka dia
kemudian menyebutkan, bagaimana ibu, putera, puterinya dan hamba sahayanya.
Ia menggambarkan Ibu Abu Zar’ mempunyai banyak perabotan,
harta, pakaian, dan rumah yang luas.
Ia menggambarkan putera Abu Zar’ bahwa pembaringannya hanya
selebar selembar serat tikar, maksudnya ia tidak banyak memanfaatkan atau
mengambil tempat di rumah, dan sedikit makannya, sehingga sudah merasa kenyang
dengan makan sebelah kaki depan kambing kecil, dan ini gambaran bahwa anak
tirinya tersebut tidak banyak membebaninya seakan-akan tidak hidup bersamanya.
Ia menggambarkan puteri Abu Zar’ yang taat kepada
orangtuanya, mempunyai pakaian yang banyak dan membuat iri tetangganya.
Ia menyifati sahaya itu bahwa ia tidak menyebarkan rahasia
dan tidak mengkhianati mereka dalam hal makanan dan perbekalan serta
membawanya kabur. Ia pandai mengatur rumah dan peka dengan kebersihan.
Ia (Ummu Zar’) mengatakan: "Abu Zar keluar membawa
wadah-wadah untuk memerah susu, lalu dia bertemu dengan seorang wanita bersama
dua orang anaknya seperti dua ekor macan kumbang. Keduanya memainkan dua
payudaranya di pangkuannya. Kemudian dia menceraikanku dan menikahinya.
Kemudian sesudah itu aku menikah dengan seorang laki-laki bangsawan, menaiki
kuda dan memegang tombak. Ia menghiburku dengan berbagai nikmat yang banyak dan
memberikan kepadaku dari segala hal yang menyenangkan,· serta mengatakan
kepadaku: ‘Makanlah wahai Ummu Zar’ dan berikan kepada keluargamu.’ Ia (Ummu
Zar’) mengatakan: ‘Sekiranya aku kumpulkan segala sesuatu yang dia berikan
kepadaku, maka itu tidak mencapai sebejana terkecil Abu Zar’.”
Abu Zar’ keluar pagi-pagi sekali dari rumahnya ketika akan
bekerja. Dia keluar ketika musim kurma dan musim semi yang indah, Kemudian Abu
Zar’ melihat seorang wanita. Wanita itu sedang dalam keadaan yang lelah, ia
berbaring sambil beristirahat. Abu Zar’ melihatnya demikian bersama dua orang
anak, seperti dua ekor macan kumbang yang bagus. Kebanyakan orang-orang Arab
menginginkan wanita-wanita yang dapat melahirkan. Dikarenakan wanita yang
ditemuinya ini adalah wanita yang subur (punya 2 anak), sedangkan Ummu Zar’
tidak memiliki anak (dari pernikahannya), maka Abu Zar’ kemudian menikahi
wanita tadi dan mencerai Ummu Zar’.
Selanjutnya Ummu Zar’ menikah dengan seorang laki-laki
bangsawan, dan ia mendapatkan banyak kenikmatan darinya. Meskipun demikian
kecintaannya kepada Abu Zar’ tidak dapat digantikan oleh laki-laki ini.
‘Aisyah melanjutkan: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: ‘Aku bagimu adalah seperti Abu Zar’ terhadap Ummu Zar’.”
Point-Point Penting Berkaitan dengan Hadits Ini : (berdasarkan
komentar al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (IX/277), dengan diringkas)
Pertama, suami itu keadaannya sangat
bermacam-macam. Barangsiapa yang mendapati sifat yang tercela padanya, maka
hendaklah dia berusaha melepaskan sifat tersebut semaksimal mungkin. Dan
barangsiapa yang merasa memiliki sifat terpuji, maka hendaklah dia memohon
kepada Allah tambahan karunia-Nya.
Kedua, berlemah lembut dan berbicara dalam
perkara yang mubah, selagi hal itu tidak membawa kepada hal yang dilarang.
Ketiga, penjelasan tentang bolehnya menyebut
kelebihan dalam perkara-perkara agama, dan seorang suami memberitahukan kepada
keluarganya mengenai gambaran keadaannya bersama mereka, terutama karena kaum
wanita mempunyai tabi’at mengingkari kebaikan. Oleh karena itu, Nabi Shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Aisyah, “Aku bagimu adalah seperti Abu
Zar’ bagi Ummu Zar’.”
Keempat, hadits ini berisi pembicaraan tentang
umat-umat terdahulu dan membuat permisalan dari mereka untuk diambil sebagai
pelajaran. Tidak mengapa menyebut sekelumit kisah dan kisah-kisah unik yang
dinilai baik untuk memotifasi jiwa.
Kelima, boleh memuji seseorang di hadapannya
jika pujian tersebut tidak merusaknya; karena ‘Aisyah Rodhiallahu ‘anha mengatakan:
“Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik daripada Abu Zar’. Ayah dan ibuku
sebagai tebusanmu, sungguh engkau lebih baik bagiku.”
Keenam, menyebut aib yang ada pada diri
seseorang dibolehkan, jika diniatkan agar perbuatan tersebut dijauhi, dan hal
tersebut tidaklah termasuk dari ghibah. Hal ini disinggung oleh al-Khaththabi,
kemudian oleh Abu ‘Abdillah at-Tamimi, guru dari al-Qadhi ‘Iyadh, bahwa argumen
dengan hal ini adalah akan sempurna seandainya NabiShalallahu ‘alaihi wasallam mendengar
wanita menggunjing suaminya lalu menyetujuinya.
________________________________
Dikutip dari : http://abangdani.wordpress.com/
________________________________
Dikutip dari : http://abangdani.wordpress.com/
0 Comments for "11 Tipe Suami [Anda Termasuk Yang Mana?]"