Kebanyakan orang memberi perhatian besar terhadap amalan-amalan dzohir. Kita dapati sebagian orang benar-benar berusaha untuk bisa sholat sebagaimana sholatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka seluruh gerakan-gerakan sholat Nabi yang terdapat dalam hadits-hadits yang shahih berusaha untuk diterapkannya. Sungguh ini merupakan kenikmatan dan kebahagian bagi orang yang seperti ini. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
صَلوُّا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلّي
"Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat"
Demikian juga perihalnya dengan haji, kebanyakan orang benar-benar berusaha untuk bisa berhaji sebagaimana haji Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai bentuk pengamalan dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
لِتَأْخُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
"Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku"
Akan tetapi…..
Ternyata banyak juga orang-orang yang memberi perhatian besar terhadap amalan-amalan yang dzohir –termasuk penulis sendiri- yang ternyata lalai dari amalan hati…
Sebagai bukti betapa banyak orang yang bisa jadi gerakan sholatnya seratus persen sama seperti gerakan sholat Nabi akan tetapi apakah mereka juga memberi perhatian besar terhadap kekhusyu'an dalam sholat mereka??
Bukankah Nabi bersabda
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمُنُها، سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها
"Sesungguhnya seseorang selesai dari sholatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya" (HR bu Dawud no 761 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Al-Munaawi rahimahullah berkata
أَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلاَفِ الأَشْخَاص بِحَسَبِ الْخُشُوْعِ وَالتَّدَبُّرِ وَنَحْوِهِ مِمَّا يَقْتَضِي الْكَمَالَ
"Perbedaan pahala sholat tersebut sesuai dengan perbedaan orang-orang yang sholat berdasarkan kekhusyu'an dan tadabbur (bacaan sholat) dan yang semisalnya dari perkara-perkara yang mendatangkan kesempurnaan sholat" (Faidhul Qodiir 2/422)
Bukankah khusyuk merupakan ruhnya sholat??. Bukankah Allah tidak memuji semua orang yang sholat, akan tetapi hanya memuji orang beriman yang khusyuk dalam sholatnya??
Allah berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya (QS Al-Mukminun : 1-2)
Hal ini dengan jelas menunjukan akan pentingnya amalan hati. Oleh karananya Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkata;
وَفِي الأَثَرِ أَنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنُ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
"Dalam sebuah atsar bahwasanya sungguh dua orang berada di satu saf sholat namun perbedaan antara nilai sholat keduanya sebagaimana antara timur dan barat" (Minhaajus Sunnah 6/137)
Besar Kecilnya Nilai Amalan Dzohir Bergantung Dengan Amalan Hati
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
"Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalau seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infaq mereka (kurma atau gandum sebanyak-pen) dua genggam tangan atau segenggam tangan" (HR Al-Bukhari no 3673 dan Muslim no 221)
Perhatikanlah…tahukah para pembaca yang budiman bahwasanya gunung Uhud panjangnya sekitar 7 km dan lebarnya 2 sampai 3 km, dengan ketinggian sekitar 350 meter?. Tentunya kalau ada emas seukuran ini maka beratnya tibuan ton tentunya. Kalau kita memiliki emas sebesar itu..., apakah kita akan menginfakkannya??
Lantas kenapa para sahabat mendapat kemuliaan yang luar biasa ini?, mengapa ganjaran amalan mereka sangat besar di sisi Allah??
Al-Baydhoowi berkata :
مَعْنَى الْحَديْثِ لاَ يَنَالُ أَحَدُكُمْ بِإنْفَاق مِثْلِ أُحُدٍ ذَهَبًا منَ الْفَضْلِ وَالأَجْرِ مَا يَنَالُ أَحَدُهُمْ بِإِنْفَاق مُدِّ طَعَامٍ أَوْ نَصِيْفِهِ وَسَبَبُ التَّفَاوُت مَا يُقَارِنُ الأَفْضَلَ منْ مَزِيْدِ الإِخْلاَصِ وَصِدْقِ النِّيَّةِ
"Makna hadits ini adalah salah seorang dari kalian meskipun menginfakan emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan meraih pahala dan karunia sebagaimana yang diraih oleh salah seorang dari mereka (para sahabat) meskipun hanya menginfakan satu mud makanan atau setengah mud. Sebab perbedaan tersebut adalah karena (mereka) yang lebih utama (yaitu para sahabat) disertai dengan keikhlasan yang lebih dan niat yang benar" (sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 7/34)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ
"Sesungguhnya amalan-amalan berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu shaf sholat akan tetapi perbedaan nilai sholat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi" (Minhaajus sunnah 6/136-137)
Beliau juga berkata,
أَنَّ الْأَعْمَالَ الظَّاهِرَةَ يَعْظُمُ قَدْرُهَا وَيَصْغُرُ قَدْرُهَا بمَا في الْقُلُوْبِ، وَمَا فِي الْقُلُوْبِ يَتَفَاضَلُ لاَ يَعْرِفُ مَقَادِيْرَ مَا فِي الْقُلُوْبِ مِنَ الْإِيْمَانِ إِلاَّ اللهُ
"Sesungguhnya amalan-amalan lahiriah (dzohir) nilainya menjadi besar atau menjadi kecil sesuai dengan apa yang ada di hati, dan apa yang ada di hati bertingkat-tingkat. Tidak ada yang tahu tingkatan-tingkatan keimanan dalam hati-hati manusia kecuali Allah" (Minhaajus Sunnah 6/137)
Oleh karenanya Allah berfirman
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya (QS Al-Hajj : 37)
Tentunya banyak orang yang menyembelih hewan kurban, dan banyak pula yang menyembelih hewan hadyu (tatkala hajian), dan banyak pula orang yang bersedekah dengan menyembelih hewan, akan tetapi bukanlah yang sampai kepada Allah darah hewan-hewan tersebut akan tetapi yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan yang terdapat di hati (lihat minhaajus sunnah 6/137)
Dari sini jelas bagi kita rahasia kenapa Allah menjadikan pahala sedikit infaq yang dikeluarkan oleh para sahabat lebih tinggi nilainya dari beribu-ribu ton emas yang kita sedekahkan. Sesungguhnya amalan-amalan hati para sahabat sangatlah tinggi, keimanan para sahabat sangatlah jauh dibandingkan keimanan kita. Mungkin kita bisa saja menilai amalan dzhohir seseorang, akan tetapi amalan hatinya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Para sahabat yang luar biasa amalan dzohirnya bisa saja ada seorang tabiin yang meniru mereka akan tetapi yang menjadikan mereka tetap istimewa adalah amalan hati mereka yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah.
Ibnu Taimiyyah berkata tentang para sahabat, "Hal ini (ditinggikannya pahala para sahabat-pen) dikarenakan keimanan yang terdapat dalam hati mereka tatkala mereka berinfaq di awal-awal Islam, dan masih sedikitnya para pemeluk agama Islam, banyaknya hal-hal yang menggoda untuk memalingkan mereka dari Islam, serta lemahnya motivasi yang mendorong untuk berinfaq. Oleh karenanya orang-orang yang datang setelah para sahabat tidak akan bisa memperoleh sebagaimana yang diperoleh para sahabat… oleh karenanya tidak akan ada seorangpun yang menyamai Abu Bakr radhiallahu 'anhu. Keimanan dan keyakinan yang ada di hatinya tidak akan bisa disamai oleh seorangpun. Abu Bakr bin 'Ayyaas berkata مَا سَبَقَهُمْ أَبُو بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صَلاَةٍ وَلاَ صِيَامٍ وَلَكنْ بشَىْءٍ وَقَرَ في قَلْبِهِ "Tidaklah Abu Bakr mengungguli para sahabat yang lain dengan banyaknya sholat dan puasa akan tetapi karena sesuatu yang terpatri di hatinya"
Demikian pula para sahabat yang lain yang telah menemani Rasulullah dalam keadaan beriman kepada Nabi dan berjihad bersamanya maka timbul dalam hati mereka keimanan dan keyakinan yang tidak akan dicapai oleh orang-orang setelah mereka…
Sesungguhnya para ulama telah sepakat bahwasanya para sahabat secara umum (global) lebih baik dari para tabi'in secara umum. Akan tetapi apakah setiap individu dari para sahabat lebih mulia dari dari setiap individu dari generasi setelah mereka?, dan apakah Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu lebih mulia daripada Umar bin Abdil Aziz rahimahullah??. Al-Qodhi Iyaadh dan ulama yang lain menyebutkan ada dua pendapat dalam permasalahan ini. Mayoritas ulama memilih pendapat bahwasanya setiap individu sahabat lebih mulia dari setiap individu dari generasi setelah mereka. Ini adalah pendapat Ibnul Mubarok, Ahmad bin Hnbal dan selain mereka berdua.
Diantara argumentasi mereka adalah amalan (dzohir) para tabi'in meskipun lebih banyak, sikap adilnya Umar bin Abdil Aziz lebih nampak dari pada sikap adilnya Mu'aawiyah, dan ia lebih zuhud daripada Mu'aawiyah, akan tetapi mulianya seseorang di sisi Allah adalah tergantung hakekat keimanannya yang terdapat di hatinya…mungkin bisa saja kita mengetahui amalan (dzohir) sebagian mereka lebih banyak dari pada sebagian yang lain, akan tetapi bagaimana kita bisa mengetahui bahwasanya keimanannya yang terdapat di hatinya lebih besar daripada keimanan hati yang lain..?" (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/137-139) ***
www.firanda.com
صَلوُّا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلّي
"Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat"
Demikian juga perihalnya dengan haji, kebanyakan orang benar-benar berusaha untuk bisa berhaji sebagaimana haji Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai bentuk pengamalan dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
لِتَأْخُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
"Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku"
Akan tetapi…..
Ternyata banyak juga orang-orang yang memberi perhatian besar terhadap amalan-amalan yang dzohir –termasuk penulis sendiri- yang ternyata lalai dari amalan hati…
Sebagai bukti betapa banyak orang yang bisa jadi gerakan sholatnya seratus persen sama seperti gerakan sholat Nabi akan tetapi apakah mereka juga memberi perhatian besar terhadap kekhusyu'an dalam sholat mereka??
Bukankah Nabi bersabda
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمُنُها، سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها
"Sesungguhnya seseorang selesai dari sholatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya" (HR bu Dawud no 761 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Al-Munaawi rahimahullah berkata
أَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلاَفِ الأَشْخَاص بِحَسَبِ الْخُشُوْعِ وَالتَّدَبُّرِ وَنَحْوِهِ مِمَّا يَقْتَضِي الْكَمَالَ
"Perbedaan pahala sholat tersebut sesuai dengan perbedaan orang-orang yang sholat berdasarkan kekhusyu'an dan tadabbur (bacaan sholat) dan yang semisalnya dari perkara-perkara yang mendatangkan kesempurnaan sholat" (Faidhul Qodiir 2/422)
Bukankah khusyuk merupakan ruhnya sholat??. Bukankah Allah tidak memuji semua orang yang sholat, akan tetapi hanya memuji orang beriman yang khusyuk dalam sholatnya??
Allah berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya (QS Al-Mukminun : 1-2)
Hal ini dengan jelas menunjukan akan pentingnya amalan hati. Oleh karananya Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkata;
وَفِي الأَثَرِ أَنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنُ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
"Dalam sebuah atsar bahwasanya sungguh dua orang berada di satu saf sholat namun perbedaan antara nilai sholat keduanya sebagaimana antara timur dan barat" (Minhaajus Sunnah 6/137)
Besar Kecilnya Nilai Amalan Dzohir Bergantung Dengan Amalan Hati
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
"Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalau seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infaq mereka (kurma atau gandum sebanyak-pen) dua genggam tangan atau segenggam tangan" (HR Al-Bukhari no 3673 dan Muslim no 221)
Perhatikanlah…tahukah para pembaca yang budiman bahwasanya gunung Uhud panjangnya sekitar 7 km dan lebarnya 2 sampai 3 km, dengan ketinggian sekitar 350 meter?. Tentunya kalau ada emas seukuran ini maka beratnya tibuan ton tentunya. Kalau kita memiliki emas sebesar itu..., apakah kita akan menginfakkannya??
Lantas kenapa para sahabat mendapat kemuliaan yang luar biasa ini?, mengapa ganjaran amalan mereka sangat besar di sisi Allah??
Al-Baydhoowi berkata :
مَعْنَى الْحَديْثِ لاَ يَنَالُ أَحَدُكُمْ بِإنْفَاق مِثْلِ أُحُدٍ ذَهَبًا منَ الْفَضْلِ وَالأَجْرِ مَا يَنَالُ أَحَدُهُمْ بِإِنْفَاق مُدِّ طَعَامٍ أَوْ نَصِيْفِهِ وَسَبَبُ التَّفَاوُت مَا يُقَارِنُ الأَفْضَلَ منْ مَزِيْدِ الإِخْلاَصِ وَصِدْقِ النِّيَّةِ
"Makna hadits ini adalah salah seorang dari kalian meskipun menginfakan emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan meraih pahala dan karunia sebagaimana yang diraih oleh salah seorang dari mereka (para sahabat) meskipun hanya menginfakan satu mud makanan atau setengah mud. Sebab perbedaan tersebut adalah karena (mereka) yang lebih utama (yaitu para sahabat) disertai dengan keikhlasan yang lebih dan niat yang benar" (sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 7/34)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ
"Sesungguhnya amalan-amalan berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu shaf sholat akan tetapi perbedaan nilai sholat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi" (Minhaajus sunnah 6/136-137)
Beliau juga berkata,
أَنَّ الْأَعْمَالَ الظَّاهِرَةَ يَعْظُمُ قَدْرُهَا وَيَصْغُرُ قَدْرُهَا بمَا في الْقُلُوْبِ، وَمَا فِي الْقُلُوْبِ يَتَفَاضَلُ لاَ يَعْرِفُ مَقَادِيْرَ مَا فِي الْقُلُوْبِ مِنَ الْإِيْمَانِ إِلاَّ اللهُ
"Sesungguhnya amalan-amalan lahiriah (dzohir) nilainya menjadi besar atau menjadi kecil sesuai dengan apa yang ada di hati, dan apa yang ada di hati bertingkat-tingkat. Tidak ada yang tahu tingkatan-tingkatan keimanan dalam hati-hati manusia kecuali Allah" (Minhaajus Sunnah 6/137)
Oleh karenanya Allah berfirman
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya (QS Al-Hajj : 37)
Tentunya banyak orang yang menyembelih hewan kurban, dan banyak pula yang menyembelih hewan hadyu (tatkala hajian), dan banyak pula orang yang bersedekah dengan menyembelih hewan, akan tetapi bukanlah yang sampai kepada Allah darah hewan-hewan tersebut akan tetapi yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan yang terdapat di hati (lihat minhaajus sunnah 6/137)
Dari sini jelas bagi kita rahasia kenapa Allah menjadikan pahala sedikit infaq yang dikeluarkan oleh para sahabat lebih tinggi nilainya dari beribu-ribu ton emas yang kita sedekahkan. Sesungguhnya amalan-amalan hati para sahabat sangatlah tinggi, keimanan para sahabat sangatlah jauh dibandingkan keimanan kita. Mungkin kita bisa saja menilai amalan dzhohir seseorang, akan tetapi amalan hatinya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Para sahabat yang luar biasa amalan dzohirnya bisa saja ada seorang tabiin yang meniru mereka akan tetapi yang menjadikan mereka tetap istimewa adalah amalan hati mereka yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah.
Ibnu Taimiyyah berkata tentang para sahabat, "Hal ini (ditinggikannya pahala para sahabat-pen) dikarenakan keimanan yang terdapat dalam hati mereka tatkala mereka berinfaq di awal-awal Islam, dan masih sedikitnya para pemeluk agama Islam, banyaknya hal-hal yang menggoda untuk memalingkan mereka dari Islam, serta lemahnya motivasi yang mendorong untuk berinfaq. Oleh karenanya orang-orang yang datang setelah para sahabat tidak akan bisa memperoleh sebagaimana yang diperoleh para sahabat… oleh karenanya tidak akan ada seorangpun yang menyamai Abu Bakr radhiallahu 'anhu. Keimanan dan keyakinan yang ada di hatinya tidak akan bisa disamai oleh seorangpun. Abu Bakr bin 'Ayyaas berkata مَا سَبَقَهُمْ أَبُو بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صَلاَةٍ وَلاَ صِيَامٍ وَلَكنْ بشَىْءٍ وَقَرَ في قَلْبِهِ "Tidaklah Abu Bakr mengungguli para sahabat yang lain dengan banyaknya sholat dan puasa akan tetapi karena sesuatu yang terpatri di hatinya"
Demikian pula para sahabat yang lain yang telah menemani Rasulullah dalam keadaan beriman kepada Nabi dan berjihad bersamanya maka timbul dalam hati mereka keimanan dan keyakinan yang tidak akan dicapai oleh orang-orang setelah mereka…
Sesungguhnya para ulama telah sepakat bahwasanya para sahabat secara umum (global) lebih baik dari para tabi'in secara umum. Akan tetapi apakah setiap individu dari para sahabat lebih mulia dari dari setiap individu dari generasi setelah mereka?, dan apakah Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu lebih mulia daripada Umar bin Abdil Aziz rahimahullah??. Al-Qodhi Iyaadh dan ulama yang lain menyebutkan ada dua pendapat dalam permasalahan ini. Mayoritas ulama memilih pendapat bahwasanya setiap individu sahabat lebih mulia dari setiap individu dari generasi setelah mereka. Ini adalah pendapat Ibnul Mubarok, Ahmad bin Hnbal dan selain mereka berdua.
Diantara argumentasi mereka adalah amalan (dzohir) para tabi'in meskipun lebih banyak, sikap adilnya Umar bin Abdil Aziz lebih nampak dari pada sikap adilnya Mu'aawiyah, dan ia lebih zuhud daripada Mu'aawiyah, akan tetapi mulianya seseorang di sisi Allah adalah tergantung hakekat keimanannya yang terdapat di hatinya…mungkin bisa saja kita mengetahui amalan (dzohir) sebagian mereka lebih banyak dari pada sebagian yang lain, akan tetapi bagaimana kita bisa mengetahui bahwasanya keimanannya yang terdapat di hatinya lebih besar daripada keimanan hati yang lain..?" (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/137-139) ***
www.firanda.com
Tag :
Tazkiatun Nufus
0 Comments for "Pentingnya Amalan Hati"