Berbagi Ilmu ~ Menyebar Sunnah

Berbagi Ilmu ~ Menyebar Sunnah

Politik dan Perdukunan

Kemajuan peradaban manusia, seringkali diukur dengan kemajuan teknologi dan semakin lepasnya
masyarakat dari praktik-praktik berbau tahayul. Namun begitu, di zaman sekarang ini praktik perdukunan justru marak bak cendawan di musim penghujan.

Penting diketahui, sebenarnya praktik perdukunan bukanlah khas masyarakat tribal (kesukuan) dan tradisional yang melambangkan keterbelakangan. Bangsa maju dan modern di Eropa dan Amerika yang mengagungkan rasionalitas juga punya sejarah perdukunan, berwujud santet (witchcraft).

Di Indonesia, praktik perdukunan memiliki akar kuat dalam sejarah bangsa, bahkan dukun dan politik merupakan gejala sosial yang lazim. Konstelasi politik untuk merebut kekuasaan pada zaman kerajaan di Indonesia pramodern selalu ditopang kekuatan magis.

Semuanya ini memberikan gambaran yang nyata, bahwa perdukunan memang sudah dikenal lama oleh masyarakat kita. Dan ilmu ini pun turun-menurun saling diwarisi oleh anak-anak bangsa, hingga saat ini para dukun masih mendapatkan tempat bukan saja di sisi masyarakat tradisional, tetapi juga di tengah lingkungan modern.

Walhasil kini mereka yang pergi ke dukun kemudian percaya pada kekuatan magis dan menjalankan praktik perdukunan tak mengenal status sosial: kelas bawah, menengah bahkan atas. Sensasi para dukun itu mampu melampaui semua tingkat pendidikan. Banyak di antara mereka yang datang ke dukun merupakan representasi orang-orang terpelajar yang berpikiran rasional.

Sebenarnya, dukun atau paranormal tidak ada bedanya, karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah   mengemukakan, bahwa paranormal adalah nama lain dari dukun dan ahli nujum (Fathul Majid, hal. 338). Maka, dukun atau paranormal adalah dua nama yang saling terkait, kadang salah satunya menjadi penanda bagi yang lainnya.

Belakangan, di tanah air kita, fenomena perdukunan dan ramalan semakin menggeliat seiring dengan suasana yang kondusif bagi para pelakunya untuk tampil berani tanpa ada beban. Berapa banyak iklan-iklan yang menawarkan jasa meramal cukup via SMS, yang dalam istilah mereka bermakna Supranatural Messages Service. Atau juga, praktik pengobatan alternatif yang sudah menjadi suguhan iklan harian di koran-koran dan tabloid.

Berapa banyak sekarang ini penderita penyakit yang tidak terdeteksi penyakitnya sekalipun telah memanfaatkan kemajuan teknologi kedokteran. Usut punya usut, salah satu penyebabnya adalah karena penyakit tersebut merupakan penyakit “pesanan” yang dikirim oleh para dukun dengan menggunakan kekuatan ghaib bernama setan.

 Bahaya Mendatangi Dukun dan Peramal
Al-Imam Bukhari dan Muslim rahimahumallah dalam kitab Shahih keduanya, meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah , bahwa ia berkata: Saya tanyakan kepada Rasulullah  , “Ya Rasulullah, sesungguhnya para dukun itu mengatakan sesuatu kepada kami, dan ternyata apa yang dikatakannya itu benar terjadi.” Beliau kemudian bersabda:

تِلْكَ الْكَلِمَةُ الْحَقُّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقْدِفُهَا فِى أُذُنِ وَلِيِّهِ، وَيَزِيْدُ فِيْهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ
“Kata yang benar itu disambar oleh jin dan kemudian dibisikkan ke telinga pengikutnya. Tapi setiap satu kata yang benar itu dicampur dengan seratus kebohongan.” (HR. Al-Bukhari no. 5762, Muslim no. 2228)

Dalam riwayat lainnya, yang dikemukakan oleh Al-Imam Muslim  , disebutkan bahwa ‘Aisyah   menceritakan: “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebenaran para dukun.” Beliau menjawab: “Tidak ada apa-apanya.” Mereka lantas berkata: “Mereka itu (dukun) terkadang mengatakan sesuatu yang kemudian benar-benar terjadi.” Beliau  menjawab:

تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْجِنِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقُرُّهَا فِى أُذُنِ وَلِيِّهِ قَرَّ الدَّجَاجَةِ فَيَخْلِطُوْنَ فِيْهَا أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ
“Kalimat itu berasal dari kalangan jin yang disambar oleh salah seorang jin, lalu ia bisikkan ke dalam telinga pengikutnya seperti suara ayam betina, lalu mereka mencampurnya dengan lebih dari seratus kebohongan.”

Rasulullah   juga bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ  
Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu membenarkan perkataannya, berarti itu telah kufur kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad  .” (HR. Ahmad dalam Musnadnya no. 9541)

Ibnu Atsir   menjelaskan, “Yang dimaksud dengan tukang ramal adalah ahli nujum atau orang pandai yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, padahal hanya Allah l yang mengetahui persoalan ghaib. Tukang ramal itu masuk dalam kategori dukun.”

Dalam kitab Shahihnya, Al-Imam Muslim   mengutip hadits dari Nafi’, dari Shafiyyah, dari beberapa istri Nabi  , dari Nabi   beliau bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Siapa yang mendatangi arraf (tukang ramal) lalu menanyakan sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.”

Al-Imam Nawawi t menjelaskan, “Yang dimaksud dengan tidak diterima shalatnya adalah bahwa shalat yang dilakukannya itu tidak diberi pahala, sekalipun shalat yang dilakukannya itu sudah tentu tetap bisa menggugurkan kewajibannya sehingga tidak perlu diulang kembali. Para ulama sepakat bahwa hal itu tidak berarti menuntut orang yang mendatangi tukang ramal untuk mengulangi shalatnya selama empat puluh hari. Wallahu a‘lam.” (Syarh Shahih Muslim, 7/336)

Bertolak dari dalil-dalil di atas, setidaknya ada dua bahaya yang mengancam orang-orang yang mendatangi dan menanyakan sesuatu kepada dukun atau paranormal:

Pertama, kekafiran, jika meyakini kebenaran dukun dan meyakini tukang ramal itu sebagai orang yang mengetahui hal ghaib.
Kedua, mendekati kekufuran, jika membenarkan berita yang disampaikannya dari hal yang ghaib. Dengan alasan, dukun dan paranormal menyampaikan hal yang ghaib dari informasi jin yang mencuri-curi dengar berita langit.

Hanya kepada Allah   lah kita memohon perlindungan. Semoga Allah   tidak memperbanyak jumlah para pelayan-pelayan setan (dukun), serta membongkar kejahatan mereka.

Wallahul musta’an.

(Sumber : asysyariah.com)
Tag : Akidah, Aktual
0 Comments for "Politik dan Perdukunan"

Back To Top