Sering kali, pembahasan wanita disandingkan dengan isu-isu
persamaan hak, keadilan, emansipasi dan penindasan atas nama agama. Sehingga,
timbul kesan seolah-olah agama Islam tidak adil memperlakukan mereka.
Aturan-aturan syariat mengenai wanita lebih dipandang sebagai ketentuan yang
diskriminatif. Sebenarnya, ada apa dengan wanita? Benarkah selama ini Islam
memperlakukan mereka secara tidak adil?
Sudah sering kali dijelaskan bahwa posisi wanita dalam Islam
sungguh sangat mulia. Keberadaannya sebagai partner laki-laki sangatlah vital.
Sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa kemajuan suatu bangsa
tergantung dari keberadaan wanitanya.
Dan para musuh Islam sadar akan potensi ini, untuk merusak
moral umat Islam mereka memanfaatkan wanita sebagai umpan dan lahan perjuangan.
Mereka berusaha melalui berbagai cara agar wanita jauh dari aturan agama Islam. Dan gerakan emansipasi adalah salah satu bentuk perjuangan mereka yang sangat ampuh dan selalu dikampanyekan.
Mereka berusaha melalui berbagai cara agar wanita jauh dari aturan agama Islam. Dan gerakan emansipasi adalah salah satu bentuk perjuangan mereka yang sangat ampuh dan selalu dikampanyekan.
Emansipasi menurut mereka adalah, kesamaan kondisi
dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan yang sama
dalam semua lini kehidupan. Dalam pandangan mereka, Islam pilih kasih dalam
memperlakukan wanita. Aturan syariah seperti masalah batasan aurat, tanggung
jawab keluarga, perwalian, ketentuan waris dinilai diskriminatif dan
tidak adil. Bahkan ayat al-Quran dan hadis yang menjelaskan masalah wanita
dianggap bermuatan misoginis (membenci wanita).
Sejatinya, emansipasi merupakan ide yang berasal dari sistem
sekuler barat sebagai bentuk perlawanan atas penindasan wanita di barat
(Eropa). Penindasan itu dianggap akibat adanya perbedaan/pembedaan dan ketidak
setaraan perempuan dan laki-laki. Untuk menghilangkan penindasan itu, laki-laki
dan perempuan harus setara dan disamakan, dan tidak boleh ada diskriminasi. Dan
begitulah baru dianggap adil.
Namun, kemudian ide ini di adopsi oleh kaum liberalis untuk
di terapkan di dalam Islam. Mereka menganggap, kemajuan yang telah dicapai oleh
barat patut ditiru. Sehingga, kondisi umat Islam tidak lagi jumud dan
terbelakang.
Sepintas tujuan gerakan ini terdengar indah, karena mereka
ingin membebaskan wanita dari bentuk perbudakan dan ketidak adilan. Namun
sejatinya mereka tidak ingin membebaskan wanita dari kezaliman tetapi justru
sesungguhnya mereka ingin bebas menzhalimi wanita.
Sebab, gerakan emansipasi ini akan merusak kaharmonisan
keluarga. Perempuan didorong lebih banyak berkiprah di ruang publik dan
berkarir yang akan menambah beban bagi perempuan sendiri. Salah satu lembaga
studi di Eropa menemukan fakta, bahwa depresi perempuan di Eropa naik
dua kali lipat selama 40 tahun terakhir karena ‘beban luar biasa’ akibat
kesulitan menyeimbangkan peran mengurus rumah, merawat anak dan karir.
Fenomena ini mengindikasikan bahwa usaha musuh Islam untuk
menghancurkan generasi bangsa melalui wanita masih belum usai. Mereka berlagak
seolah-olah sebagai penyelamat wanita dari perbudakan dan ketidak adilan.
Namun, sejatinya di balik topeng emansipasi yang mereka perjuangkan terdapat
maksud tersembunyi yang sangat berbahaya.
Emansipasi tumbuh dari sistem sekuler yang memisahkan antara
kehidupan dan nilai agama. Mereka menginginkan wanita menjadi pesaing bagi
laki-laki dan memperebutkan kedudukan dengan kaum laki-laki. Wanita dalam
konsep mereka ibarat barang dagangan yang dipajang di etalase, yang siap
dijadikan tontonan bagi para hamba syahwat dan menjadi budak nafsu mereka.Na`udzubillah,
mereka juga berusaha menjauhkan wanita dari hijab dan rumah-rumah mereka,
mengabaikan pengasuhan anak dengan mengatakan bahwa mengasuh anak tidak
mendatangkan materi, membunuh kreatifitas dan menghambat potensi sumber daya
manusia kaum wanita. Coba kita perhatikan, betapa menyedihkannya pemikiran
mereka ini yang memandang baik buruknya kehidupan dari sudut pandang materi.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan
syubhat-syubhat (kerancuan) yang mereka lontarkan. Mungkin secara sepintas,
wacana emansipasi mampu menjawab problematika wanita dan mengangkat harkatnya
tapi tidaklah mungkin itu diraih dengan mengorbankan kehormatan dan harga diri
wanita. Sungguh, tak akan bisa disatukan antara yang haq dengan yang bathil.
Mereka tidaklah ingin membebaskan wanita dari kezhaliman tetapi sesungguhnya
merekalah yang ingin bebas menzhalimi wanita!!!
Wanita Dalam Islam
Dalam Islam, wanita dan laki-laki, dalam beberapa hal,
ditempatkan dalam posisi yang berbeda sesuai dengan tabiat dan fitrahnya di
dalam masyarakat. Perbedaan ini diciptakan bukan untuk mendiskriminasikan
perempuan tetapi demi harmonisnya peran masing-masing. Hikmah pembedaan hukum
yang berkaitan pada perempuan sejatinya adalah perlindungan terhadap kehormatan
dan kesucian mereka. Maka Allah melarang untuk iri atas perbedaan itu.
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ
بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ
مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِن فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا ﴿٣٢﴾
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.
(karena) bagi laki-laki ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bagi
perempuan ada bagian dari yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS an-Nisa’ [4]: 32)
Islam benar-benar memperhatikan peran wanita muslimah,
karena di balik peran mereka inilah lahir pahlawan dan pemimpin agung yang
mengisi dunia dengan hikmah dan keadilan. Wanita begitu dijunjung dan dihargai
perannya baik ketika menjadi seorang anak, ibu, istri, kerabat, atau bahkan
orang lain.
Saat menjadi anak, kelahiran anak wanita merupakan sebuah
kenikmatan agung, Islam memerintahkan untuk mendidiknya dan akan memberikan
balasan yang besar sebagaimana dalam hadits riwayat `Uqbah bin ‘Amir
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang
artinya,
“Barangsiapa yang mempunyai tiga orang anak wanita lalu
bersabar menghadapi mereka dan memberi mereka pakaian dari hasil usahanya maka
mereka akan menjadi penolong baginya dari neraka.” (HR. Ibnu Majah: 3669, Bukhori dalam
“Adabul Mufrod”: 76, dan Ahmad: 4/154 dengan sanad shahih, lihat “Ash-Shahihah:
294).
Ketika menjadi seorang ibu, seorang anak diwajibkan untuk berbakti kepadanya, berbuat baik kepadanya, dan dilarang menyakitinya. Bahkan perintah berbuat baik kepada ibu disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak tiga kali baru kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan perintah untuk berbuat baik kepada ayah. Dari Abu Hurairah berkata,
“Datang seseorang kepada Rasulullah lalu bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk menerima perbuatan baik dari saya?’
Rasulullah menjawab, ‘Ibumu,’ dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah
menjawab, ‘Ibumu,’ dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah kembali menjawab,
‘Ibumu,’ lalu dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Bapakmu.’” (HR. Bukhori: 5971, Muslim: 2548)
Begitu pun ketika menjadi seorang istri, Islam begitu
memperhatikan hak-hak wanita sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nisa’
ayat-19 yang artinya:
“…Dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang
baik…”
Demikianlah sebagian penjelasan syari’at Islam yang menempatkan
wanita di singgasana kemuliaan. Adapun di zaman sekarang, kenyataan yang
terjadi di masyarakat sungguh jauh dari itu semua. Penyebabnya tidak lain
adalah karena jauhnya umat Islam dari pemahaman yang benar terhadap agama
mereka. Seringkali ada orang yang menjadikan kesalahan orang lain sebagai
hujjah (argumentasi) baginya untuk turut berbuat kesalahan yang sama. Terkadang
pula orang-orang menilai syari’at Islam dari perilaku orang-orang yang
menyatakan bahwa mereka beragama Islam, namun pada hakekatnya perilaku mereka
belumlah menggambarkan yang demikian. Oleh karena itu wahai Saudaraku,
janganlah menjadikan perilaku manusia sebagai dalil. Jadikanlah Al-Qur`an
dan Sunnah dengan pemahaman para shahabat sebagai petunjuk bagi kita.
Sungguh kita berlindung kepada Allah dari butanya hati dan akal dari kebenaran. Wallahul
musta’an.
______________
Dari
berbagai sumber
0 Comments for "Dibalik Topeng Emansipasi"