Banyak yang mengira dengan membuat film
yang melecehkan Nabi Muhammad atau Islam, mereka bisa menjauhkan orang dari
Islam. Padahal metodologi ini justru adalah bumerang bagi mereka.
Saya pernah bertanya kepada Abu Tawfeeq, salah seorang muallaf asal Perancis yang tinggal di Hadramaut, Yaman, apakah film-film yang melecehkan Islam seperti Fitna, atau yang baru-baru ini dirilis di Youtube -film murahan- yang berjudul ‘Innocence of Muslims’ memberi pengaruh negatif yang berarti bagi Islam?
Saya pernah bertanya kepada Abu Tawfeeq, salah seorang muallaf asal Perancis yang tinggal di Hadramaut, Yaman, apakah film-film yang melecehkan Islam seperti Fitna, atau yang baru-baru ini dirilis di Youtube -film murahan- yang berjudul ‘Innocence of Muslims’ memberi pengaruh negatif yang berarti bagi Islam?
Dia menjawab,
“Saya kira tidak. Manusia yang cerdas,
apalagi kebanyakan masyarakat di Barat itu punya curiosity, sifat ingin
tahu yang besar. Melihat Islam jadi bahan perbincangan, mereka tidak akan serta-merta
menerima informasi negatif tersebut. Mereka akan search, buat
investigasi, googling sana-sini, sampai akhirnya mereka dapatkan informasi yang
utuh tentang Islam. Beberapa di antaranya Allah beri hidayah untuk masuk ke
dalam Islam.”
Dia melanjutkan, “Banyak sekali dari kami,
orang-orang Barat yang masuk Islam tertarik masuk Islam justru karena gencarnya
pemberitaan negatif tentang Islam.”
Senada dengan Abu Tawfeeq, Abdul Kareem
seorang muslim dari Belgia juga mengatakan hal yang serupa.
“Saya kira film-film seperti itu tidaklah
memberikan pengaruh negatif terhadap dakwah. Apa saja yang mereka tayangkan di
media, baik yang bagus maupun yang menjelek-jelekkan Islam justru akan menarik
orang untuk belajar lebih banyak tentang Islam. Sebagai contoh kasus 9/11,
sebelas September. Setelah peristiwa itu, ribuan, bahkan jutaan orang Barat
masuk Islam.”
Demikianlah opini beberapa orang muslim
Eropa yang saya temui.
Hanya saja ada pernyataan Abu Tawfeeq yang
kiranya perlu kita cermati. Beliau berkata,
“Hendaknya kaum muslimin bersikap bijak
dalam menghadapi penyiaran film-film seperti ini. Jangan sampai mereka
terpancing untuk melakukan aksi anarki, yang mungkin justru ini yang diinginkan
oleh para provokator tersebut. Seperti yang terjadi di Libya atau Mesir. Jangan-jangan
aksi kekerasan, penyerangan terhadap kedutaan besar Amerika bisa dijadikan
justifikasi, misalnya untuk melakukan penyerangan ke negeri-negeri kaum
muslimin untuk kemudian mereka kuasai, seperti Afghanistan dan Irak.”
Sebuah pernyataan bijak yang patut kita
renungkan. Wallahu a’lam.
Setelah kejadian di Libya itu, Amerika
mengirim dua kapal perangnya dan sejumlah pasukan mariner dengan dalih mencari
dan mengadili para pembunuh duta besar mereka untuk Libya, John Christopher
Stevens.
Menurut seorang mualaf Cris Chaplin (Mahasiswa
yang sedang mengadakan penelitian untuk disertasi S3 di Cambridge University),
“Kelompok yang membuat film menghina Nabi Muhammad berasal dari bagian kecil dari pihak kanan atau Kristen fanatik. Tidak mewakili pendapat kaum Nasrani tentang Islam atau Nabi Muhammad, karena kelompok tersebut adalah sifat oknum yang mau memanasi perasaan kecurigaan antara ‘dunia Islam’ dan ‘dunia Kristen’ dan, apalagi, memancing untuk reaksi kekerasaan yang bisa digunakan sebagai bukti bahwa ‘dunia Islam’ tidak berperadaban. Sedih, karena situasi yang dimunculkan hanya mengedepankan steriotype tentang Nasrani dan Barat –yang menurut stereotype membenci Islam– dan Islm stereotypenya adalah cepat (melakukan) kekerasan.”
Ditulis oleh Ustadz Wira Bachrun dengan tambahan dari redaksi KonsultasiSyariah.com